Pemilihan Gubernur DKI Jakarta sudah di depan mata. Harapan semua masyarakat sama, gubernur yang terpilih haruslah membawa perubahan signifikan terhadap pembangunan yang merata dan kesejahteraan yang adil kepada rakyat. DKI Jakarta sebagai kota paling vital dan pusat pemerintahan Indonesia tentunya akan selalu menjadi sorotan. Setiap permasalahan yang muncul di Jakarta harus segera dicari solusinya agar tidak memberikan dampak buruk bagi keberlangsungan hidup masyarakat.
Tugas dan pekerjaan menumpuk menanti para calon-calon pemimpin ibukota. Mereka harus melakukan berbagai terobosan dan solusi agar kualitas Jakarta sebagai sebuah ibukota negara dapat terus meningkat. Meski permasalahan dapat saja muncul pada setiap sektor, namun ada beberapa sektor yang perlu mendapat perhatian paling utama dan paling penting karena permasalahannya sudah cukup mendesak; kepegawaian, pendidikan dan pengaduan atau pelayanan masyarakat.
Koordinasi pelaksana fungsi eksekutif di tiap daerah-daerah di Jakarta, yang diwakili oleh SKPD/UKPD setempat, masih belum bekerja maksimal. Pada tahun 2014 lalu, pemprov DKI telah melakukan reorganisasi dengan penyatuan dan peleburan beberapa unit dinas. Sejumlah unit dinas telah dipecah dan dilebur sesuai dengan kebutuhan unit tersebut. Ini salah satu bentuk usaha tepat dalam rangka mengefisiensikan kerja tiap unit dinas di Jakarta. Selain memperbaiki koordinasi kepegawaian melalui penggabungan dan peleburan SKPD/UKPD, pengawasan kinerja kepegawaian juga dapat dilihat melalui Key Performance Indicator (KPI) yang harusnya dimiliki oleh tiap satuan atau unit dinas untuk menilai bagaimana performa atau kerja pegawai sesuai dengan prinsip KPI, yakni scientific (spesifik), measureable (terukur), achievable (bisa dicapai/realistis), reliable (bisa dipercaya), dan time bound (target waktu).
Sektor mendesak kedua dalam program pembangunan Jakarta adalah sektor pendidikan. Jakarta dikenal sebagai kota dengan anggaran pendidikan paling tinggi di Indonesia. Jumlah guru PNS yang banyak di Jakarta dan sekolah negeri yang jumlahnya ratusan tidak menjadi jaminan bahwa semua anak-anak di Jakarta dapat mengenyam bangku sekolah. Salah satu program unggulan pendidikan adalah Biaya Operasional Pendidikan (BOP) yang sasarannya adalah sekolah-sekolah negeri, di mana sekarang Jakarta telah menggratiskan sekolah negeri. Akan tetapi, pemerataan BOP ternyata tidak menjangkau siswa-siswa kurang mampu yang bersekolah di sekolah swasta. Sebaliknya siswa yang berlatar belakang mampu yang bersekolah di sekolah negeri tidak perlu membayar lagi. Ketidakadilan inilah yang sempat dikhawatirkan dan dikeluhkan oleh Basuki T. Purnama atau Ahok, ketika ia masih menjabat sebagai wakil gubernur. Alokasi BOP kiranya perlu dianalisis lagi lebih jauh berdasarkan perhitungan kebutuhan siswa, tidak hanya berdasarkan kebutuhan sekolah. Misalnya saja, ada sebuah sekolah negeri tapi mewah, perlu dikaji apakah sekolah itu perlu mendapat BOP atau tidak. Atau setidaknya, berapa persen nilai alokasi dana yang diberikan pada sekolah disesuaikan dengan data siswa yang ada pada sekolah, apakah jumlah siswa kurang mampunya lebih banyak dari siswa mampu, atau sebaliknya.
Permasalahan pada alokasi BOP sedikit dapat teratasi melalu program Kartu Jakarta Pintar (KJP). Sejauh ini, penerima KJP telah sesuai dengan regulasi yang ada, sehingga siswa-siswa kurang mampu dapat menikmati bangku sekolah seperti siswa-siswa lainnya. Kebutuhan yang didapat melalui KJP mencakup seragam, sepatu, dan tas sekolah, biaya transportasi, makanan dan biaya ekstrakurikuler. Beberapa waktu lalu, tersiar kabar bahwa banyak orang tua siswa yang menyalahgunakan KJP dengan menggunakannya di luar kebutuhan pendidikan siswa. Kecurangan seperti itu dapat ditekan dengan pengawasan rutin terhadap para pengguna KJP. Seperti misalnya, para pengguna KJP harus memberikan laporan pengeluaran tiap bulannya beserta bukti pembayarannya.
Membangun Jakarta bukan tugas tunggal seorang pemimpin atau gubernur. Ini adalah tugas bersama dan gotong royong pemerintah dan masyarakat. Program-program yang dibuat pemerintah, sebaik apapun atau sesempurna apapun, tidak akan berjalan dengan baik bila masyarakat tidak ikut serta mendukung. Dukungan yang bisa diberikan masyarakat adalah dengan menaati regulasi yang ada, ikut melaporkan hal-hal yang dapat menghambat pembangunan, seperti kecurangan, pungutan liar atau korupsi, serta memberikan masukan-masukan kepada pemerintah melalui lembaga-lembaga pelayanan masyarakat yang tersedia. Pemerintah, dalam hal membuat sebuah program dan kebijakan juga harus buka mata dan buka telinga lebar-lebar. Apa yang direncanakan atau dibuat, bukan karena kebutuhan pemerintah, yang paling utama adalah karena kebutuhan masyarakat. (z)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H