Lihat ke Halaman Asli

Serangan Fajar yang Tak Menghasilkan Mentari Alias Uang

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seusai Pemilu Legislatif 9 April 2014 kemarin, banyak terbongkar kasus kecurangan-kecurangan dalam pemilu 2014, kasus yang terbongkar salah satunya adalah money politic (politik uang) yang terkenal dengan serangan fajar. Dikenal dengan serangan fajar karena para caleg menyuruh tim suksesnya membagikan uang kepada rakyat pada saat fajar atau subuh menjelang matahari terbit. Uang yang dibagikan dimaksudkan agar supaya Rakyat memilihnya dalam pemilu legislatif. Caleg membagikan uang kepada rakyat dengan modal yang besar dan tidak sedikit jumlahnya, dengan harapan jika modal yang telah mereka keluarkan jika mereka sudah menduduki kursi legislatif akan kembali dan bahkan mereka akan mendapatkan untung dari jabatan yang akan mereka emban. Caleg yang ingin benar-benar menduduki kursi di Legislatif banyak yang melakukan segala macam cara, baik cara yang jujur maupun cara yang tidak jujur. Caleg yang sudah mengeluarkan banyak modal dan telah melakukan serangan fajar tetapi gagal menduduki kursi di legislatif banyak yang setres dan banyak pula yang meminta uang mereka kembali. Ada juga caleg yang sudah menyumbangkan dana untuk pembangunan masjid, setelah hasil pemilu diumumkan meminta kembali uang yang telah disumbangkan untuk pembangunan masjid itu karena dia gagal menduduki kursi legislatif. Ada juga kasus Caleg yang uang untuk serangan fajarnya di bawa kabur oleh tim suksesnya kemudian melapor kepada polisi, yang akibatnya terbongkarlah kasus politik uang yang telah dilakukannya. Melapor ke polisi atas penipuan yang telah dilakukan oleh tim suksesnya malah menghantarkannya pada terbongkarnya kasus politik uang yang akan dia lakukan tetapi gagal, akibatnya bukan uangnya yang kembali tetapi malah kasus kecurangannya dalam pemilu yang terbongkar dan akan membawanya dalam terali besi (penjara) karena telah melakukan kecurangan dalam pemilu walaupun kecurangan yang dilakukan belum terrealisasi karena uang yang akan diberikan sebagai serangan fajar telah terlebih dahulu dibawa kabur oleh tim suksesnya, tim sukses yang membawa kabur uang yang akan digunakan sebagai serangan fajar itu telah berhasil meraup untung dari bakal calon yang curang itu. Akibat dari perbuatannya itu caleg itu mengalami gangguan mental (setres) karena telah kehilangan banyak uang untuk kampanye dan serangan fajarnya yang gagal tetapi dia tidak berhasil menduduki kursi legislatif, malah masuk terali besi (penjara) karena kasus politik uang (money politic) dalam pemilu legislatif 9 april 2014 yang lalu.

Belum menjadi anggota legislatif saja sudah menghalalkan segala macam cara untuk dapat menduduki kursi legislatif yang diinginkan apalagi jika sudah menduduki jabatan di kursi legislatif, mungkin langkah pertama kali yang dilakukan bukan untuk kesejahteraan rakyat tetapi langkah yang pertama kali dilakukan adalah agar modal yang dikeluarkan selama pemilu kembali, dan setelah modal kembali langkah selanjutnya yang akan ditempuh adalah mencari untung dari jabatan yang telah diampunya. Caleg model curang seperti itu biasanya pada saat kampanye menyebarkan janji-janji kepada rakyat, tetapi setelah mereka terpilih dan berhasil menduduki kursi legislatif mereka akan melupakan janji-janji yang mereka ucapkan pada saat kampanye, dalam pemikiran mereka yang pertama adalah kembalinya modal awal selama kampanye, kemudia keuntungan dari jabatan yang diemban. Jika Indonesia terus mendapatkan pemimpin yang hanya memikirkan diri sendiri, maka Indonesia tidak akan pernah maju. Dan akan terus menjadi negara yang berkembang tetapi berkembang hanya dalam teori saja, tetapi dalam prakteknya tidak berkembang karena kerakusan para pejabat yang korup dan tak bermutu dalam segi kekuasaan dan pemerintahan serta perkembangan kesejahteraan rakyat,.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline