Lihat ke Halaman Asli

“Klien” dan VS Bukopin Kav. 50-51

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hj. Tuty  Sudiaty (“Klien”), ibu rumah tangga, pensiunan BNI 1946 tinggal di jalan Cilamaya No. 32 dan 34, RT 006, RW 001, Kelurahan Cideng, Kecamatan Gambir, Jakata Pusat.

“Klien” menikah pada tanggal 28 September 1969 dengan laki-laki berinisial. HTS. Dari pernikahan mereka telah dikarunia 4 (empat) orang anak.

Rumah yang mereka tempati diperoleh dan dimiliki dari pernikahan antara “Klien” dengan HTS, sejak tahun 1970 dipergunakan sebagai tempat tinggal bersama ke-4 (empat) orang anaknya.

Diam-diam suami “Klien” menikah lagi pada Juni 1975. Padahal pernikahan HTS dan isterinya, “Klien” baru berjalan selama lebih kurang 6  tahun. Pernikahan ini tanpa seizin dan sepengetahuan “Klien”. Sebenarnya perempuan yang dinikahi suami “Klien” ini lebih cocok sebagai anaknya. Konon perbedaan usia di antara mereka tidak kurang dari 20 tahun.

Dalam bulan Juni 2008 suami “Klien” menerima fasilitas pinjaman kredit dari  Bank Bukopin MT. Haryono Kav.50-51 (”Bukopin Kav.50-51″), Jakarta Selatan, sekitar sebesar Rp. 1.940.000.000,- (Satu milyar sembilan ratus empat puluh juta rupiah) berdasarkan Akta Perjanjian Kredit yang ditandatangani bersama-sama antara HTS dan perempuan yang mengaku sebagai isterinya (dari pernikahan kedua pada Juni 1975 (ES), serta Bukopin Kav.50-51 dengan memakai jaminan kedua bidang tanah dan rumah di atasnya di Kelurahan Cideng.

Kedua bidang tanah dan rumah di atas telah dijaminkan oleh suami “Klien” pada Bukopin Kav.50-51 atas perolehan  fasilitas pinjaman kredit yang tanpa sepengetahuan dan tanpa persetujuan dari “Klien”.

“Cobalah Pak zen bayangkan. Rumah ini kami peroleh dari hasil usaha saya dan suami selama bertahun-tahun. Dulu saya bekerja di BNI 1946, punya andil juga membangun rumah ini,” kata “Klien”, pada satu kesempatan ketika aku berkunjung ke rumahnya. “Kredit/pinjaman tersebut tidak pernah diterima, diambil manfaat darinya, dan dinikmati oleh saya dan anak-anak. Tiba-tiba kami disuruh melunasi, kalo tidak akan dilelang.”

Mengalami situasi kalut, karena terancam kehilangan rumah dan kedua bidang tanahnya, apa yang seharusnya adalah hak “Klien” juga, dan anak-anaknya. “Klien” memutuskan untuk memperjuangkan haknya sebagai isteri dan hak anak-anaknya. Momen ini menjadi titik balik “Klien” dalam kehidupannya, memperjuangkan haknya sebagai isteri dan menegakkan martabatnya sebagai perempuan yang dinikahi secara sah.

Merasa dibohongi dan ditipu oleh suami yang telah melakukan pernikahan kedua pada Juni 1975 dan memiliki buku Akta Nikah  yang tidak tercatat di KUA Matraman, mencoba menjual rumah mereka yang merupakan harta bersama, “Klien” melaporkan suaminya ke Kepolisian pada tanggal   27 Aprill 2010 perihal pemalsuan Kutipan Akta Nikah.

Lalu Pengadilan Jakarta Selatan pada 25 Mei 2011 memutuskan suami “Klien” sebagai Terdakwa terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana pemalsuan surat dengan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap di Pengadilan negeri Jakarta SelatanNo.24/Pid.B/2011/PN.Jkt.Sel, menggunakan kutipan Akta Nikah yang telah terbukti palsu, HTS dihukum penjara selama 2 (dua) tahun.

“Klien” VS Bukopin Kav.50-51

Pada tanggal 16 Desember 2011 rumah dan kedua bidang tanah mereka ditetapkan Sita oleh Ketua PN Jakarta Pusat, atas permohonan Bukopin Kav.50-51. Disusul pengumuman pertama Lelang Eksekusi Pengadilan di harian Surat kabar Rakyat Merdeka tanggal 6 Pebruari 2013 dan Pengumuman lelang kedua tanggal 21 Pebruari 2013.

Surat Pemberitahuan Lelang Eksekusi dari Pengadilan diterima oleh “Klien” pada hari Selasa, 26 Februari 2013, sehingga  “Klien” mengetahui akan diadakan lelang/sita eksekusi atas rumahnya. Pelaksanaan lelang dilakukan pada Kamis, 07 Maret 2013, Pukul 10.00 WIB. Dan pagi itu para pembeli lelang tidak kurang dari 15 orang udah pada ngumpul di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Bisa dibayangkan, penderitaan lahir dan batin yang dialami oleh “Klien” dan anak-anaknya, karena terancam akan kehilangan tempat tinggal. Rasa kalut dan was-was bercampur jadi satu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline