Saya lahir dan dilahirkan kedunia oleh orang tua saya dengan di bekali adzan di telinga, dan itulah suara pertama yang aku kenali sejak aku menghirup udara, terhisapnya udara mengisi paru paru dan menggerakkan seluruh organ tubuhku.
Saya adalah anak kelima dari 9 Bersaudara, kakak tertua saya dilahirkan pada tahun 1942, namun anak kedua di lahirkan 5 tahun kemudian, 1947 kakak kedua saya di lahirkan, kakak ke dua ini adalah perempuan yang kemudian di ikuti ke 2 adik perempuannya, dan saya adalah anak kelima dan laki laki.
Saya lahir dan di besarkan dalam suasana kehidupan Muslim jawa, Bapak saya seorang hebat yang diwaktu mudanya sudah bercahaya menjadi pemimpin di kota saya, seiring dengan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Bapak menjadi salah satu tokoh di kota saya dilahirkan.
Ketika saya lahir Bapak saya sudah menjadi Pejabat Pemerintahan kota, oleh sebab itulah saya lahir di keluarga yang sudah cukup mapan sebagai pejabat pemerintah daerah di awal kemerdekaan tidaklah seperti sekarang ini, dimana system anggaran dan belanjanya sudah sangat baik dan terorganisir sesuai dengan kaidah keilmuan yang ada.
Walau Pejabat Pemerintah Daerah, Bapak adalah salah satu Ulama yang sangat di hormati di kota ku, menjadi pemimpin Ummat Islam di daerah itu, bahkan tidak pernah mengurangi kegiatannya sebagai Ulama, dengan membagi Ilmu agamanya kepada Ummatnya melalui Dakwah dan ceramah ceramah.
Bapak saya memang dikenal sangat pandai dan mumpuni dibidang Agama, bahkan pada awal awal kemerdekaan Bung Karno selalu menyapa dan mengunjungi Bapak saya di kota kelahiranku itu.
Bung karno sangat menghargai Bapakku karena Bapak adalah tokoh yang sangat muda namun sudah memiliki wawasan luas tentang ilmu ilmu agama yang diperolehnya ketika belajar di Sekolah Ulama, Mambaul Ulum Solo, hanya dengan waktu singkat, seluruh pelajaran yang seharusnya 12 tahun hanya diselesaikan dalam 3 tahun
Pada saat saya lahir bapak saya baru berusia 32 tahun dengan 5 anak, tentu hal ini sangat langka dalam kehidupan kita, namun itulah kenyataan waktu itu, dimana tekanan Perjuangan kemerdekaan telah mendorong anak anak muda menjadi dewasa, segera menjadi pemimpin.
Menjadi seorang Pejabat Pemerintah, namun juga menjadi seorang Ulama, seorang Kyai yang sangat dibutuhkan nasehat dan tauziahnya, dari sanalah kemudian menjadi salah satu tokoh Muhammadiyah, hingga termasuk salah satu pembawa Modernisasi Muhammadiyah seperti yang sekarang ini ada .
Kesibukan yang luar biasa itu masih harus menangani anak anaknya yang lima orang itu, dan saat saat itulah mulai berkembang menjadi salah satu tokon Nasional Bung Karno sangat senang, karena ayah saya adalah singa podium yang pada waktu itu menjadi Trend seorang pemimpin, Bung Karno menjadi panutannya.
Orientasinya bukan eksklusif justru meluaskan pandangan dan pemikiran pemikiran nasionalis Islami, dengan pengetahuan dan ilmu agamanya memberikan keleluasaan dirinya untuk mengekspresikan Nasionalis yang Agamis, Pemerintahan yang Islami.