Post Power Syndrom, Merasa masih berkuasa dan menguasai, adalah syndroma hilangnya kekuasaan mantan Penguasa
Jam dinding terus berdetak, detik demi detik berlalu semakin dekat dengan habisnya waktu untuk mempersiapkan segala sesuatunya memasuki babak pemilihan Presiden mendatang, Partai partai sudah gencar untuk menjajagi kemungkinan melakukan koalisi dan kemungkinan memperoleh bagi2 kekuasaan yang optimal dalam penyelenggaraan pemerintahan yang akan datang.
Golkar, PPP, PKB, PKS, Gerindra dan Hanura, semua terlihat sibuk bermanuver menjajagi kemungkinan2 untuk bisa meraih posisi terbaik, terutama demi kepentingan dan kebutuhan mempertahankan posisi yang telah diperoleh pada pemerintahan masa lalu, dengan segala kelebihan dan kelemahan yang menyertainya, yang dibayangi oleh adanya indikasi korupsi dan mega korupsi yang melibatkan elite politik Partai 2, yang kini berkuasa.
Masyarakat sendiri melihatnya aneh, karena segala manuver yang dipertunjukan Partai partai tersebut, mulai yang pertama partai Gerindra yang terus membidik dan menggugat kesepakatan Batu Tulis, yang akhirnya tak memenuhi harapan dan merasa ditinggalkan oleh Megawati dan PDIP. Sejak saat itu pupuslah harapan konsesi statusquo melalui Gerindra menemui kegagalan.
Dan sejak saat itulah semua partai2 dari koalisi Gabungan pemerintahan statusquo, dengan gencar membidik PDIP dan jokowi menyeretnya kemeja perundingan, dan melakukan komitmen awal dengan mempertukarkan konsesi dan bagi2 kekuasaan dan jabatan, Yang akhirnya hingga sampai saat ini menemui kegagalan termasuk PKB cq Muhaimin, yang menemui jalan buntu alias gagal memperoleh konsesi kekuasaan dari PDIP/Jokowi.
Muhaimin Iskandar bahkan tanpa malu malu menggunakan Gus Dur, untuk meningkatkan kredibilitas PKB dimata PDIP Jokowi dan megawati, namun ternyata taktik itu telah diketahui dan diendus oleh PDIP/Jokowi. GusDurian yang ada di PKB justru menggunakan momen tersebut untuk segera menjalin kerjasama dengan PDIP, tanpa mempedulikan konsesi kekuasaan, sekaligus meninggalkan kepentingan Muhaimin dkk sekaligus bersama penyokong utamanya selama ini.
Oleh karena itulah, sudah sepantasnya penguasa rezim pemerintahan koalisi Gabungan untuk segera mengambil alih inisiatif, dan mempertaruhkan segala kekuasaann yang dimilikinya untuk memaksa PDIP dan Jokowi mau bekerjasama dalam satu meja perundingan, dengan mengajukan konsesi penyelamatan misi dan visi Pemerintahan masa lalu, yang kebetulan terindikasi banyaknya kasus kasus korupsi dan mega korupsi yang merata di seluruh sektor dan bidang, dan dilakukan oleh elite politik Partai2 anggota koalisi Gabungan yang berkuasa.
Jadi bukan hal yang aneh, kalau selama ini tidak ada sekalipun terlihat upaya dan manuver Partai Demokrat dan SBY, sementara begitu marak dan gegap gempitanya partai2 anggota koalisi gabungan melakukan segala cara untuk memperoleh konsesi dari PDIP.
Malah sibuk sendiri dengan Konvensi Partai demokrat yang sudah ketinggalan kereta dan terkesan sia sia, dengan perolehan suara yang sangat minimal, hanya 9 % saja. Pencapresan Partai Demokrat jelas upaya yang pasti gagal, seperti bunga yang layu sebelum berkembang.
Konvensi partai demokrat kehilangan momentum dan saat yang tepat, dan sudah jelas ditolak oleh masyarakat luas melalui hasil Pil Leg 2014 april yang lalu.
Setelah gagal semua jalan, mau tidak mau kini SBY, mulai dituntut untuk segera mengambil alih tanggung jawab, membawa rezim statusquo yang terdiri dari elite politik partai 2 Koalisi Gabungan untuk memperjuangkan nasib dan keselamatan mereka, pada zaman pemerintahan yang baru nanti, dengan segera mempertaruhkan kekuasaannya, untuk memperoleh konsesi jaminan keselamatan elite politik dari masalah2 yang akan menimpanya.