Lihat ke Halaman Asli

Jero Wacik Pintu Gerbang Mafia Migas

Diperbarui: 18 Juni 2015   01:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

http://www.lensaindonesia.com/2013/08/21/jadikan-kasus-rudi-rubiandini-pintu-masuk-bongkar-mafia-migas.html

JERO WACIK PINTU GERBANG MAFIA MIGAS, Tinggal selangkah lagi Pemberantasan Mafia Migas akan bisa di selesaikan, menjelang pergantian Pemerintahan ke Pemerintahan Jokowi.

Baca dan simak, lika liku tata kerja MAFIA MIGAS yang secara gamblang terlihat lika likunya yang bisa di kategorikan kepada terjadi kejahatan konspiratip, tingkat tinggi, JERO WACIK TERSANGKA adalah Kelanjutan dari pendalaman kasus Rudi Rubiandhini, sebagai Pintu masuk yang lebih dalam kepraktek MAFIA MIGAS, yang sudah berjalan selama berpuluh puluh tahun yang terpelihara oleh penguasa dari rezim ke rezim hingga SBY.

Oleh karena itu sudah saatnya semua sendi sendi fondasi MAFIA MIGAS segera di akhiri, menjelang Pemerintahan Jokowi yang baru.

CUPLIKAN TULISAN DIBAWAH:
Tapi bagi masyarakat luas, terutama para ahli dan aktivis penegak kedaulatan energi, menurut Binsar Effendi, “Dengan tegas menyatakan, bahwa kasus Rubiandini adalah kata kunci dan merupakan pintu masuk untuk KPK membongkar tuntas kejahatan korporasi di sektor migas. Publik membayangkan jika perusahaan trader Kernel Oil Pte Ltd, yang diduga melakukan suap dengan nilai ratusan ribu dolar AS saja bisa berbuat bebas, apalagi perusahaan kontraktor asing sekelas Total E&P Indonesie yang dibela habis oleh Rudi untuk bisa memperpanjang kotrak kerjasamanya di Blok Mahakam, berapa besar ‘penyuapan’nya yang digelontorkan,” tandasnya.

Dugaan ini bukan tidak beralasan, begitu kata Binsar Effendi. Pasalnya pada 28 Mei 2013 lalu di Amerika Serikat, Total telah di vonis bersalah dengan denda US$ 398,2 juta setara Rp. 4 triliun, karena terbukti melakukan penyogokan (bribery) di Iran guna memperoleh konsensi penambangan migas. Dari jumlah US$ 398,2 juta itu, justru Total terkena denda US$ 245,2 juta oleh Departement of Justice (DOJ) AS, karena terbukti melanggar UU Foreign Corrupt Practices (FCPA).

“Kunjungan Duta Besar Prancis Corinne Breuze untuk Indonesia bersama beberapa konsultan dan didampingi Presiden Direktur Total E&P Indonesie Elisabeth Proust ke Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak beserta jajarannya pada 10 Juni 2013, menawarkan beberapa kerjasama untuk membantu Pemprov Kaltim di ujung-ujungnya ‘kan Duta Besar Prancis untuk Indonesia itu berharap Total dapat dukungan Gubernur Kaltim untuk melanjutkan kontraknya di Blok Mahakam yang habis 2017,” sambungnya.

Begitu seksinya isu Blok Mahakam, begitu tutur Binsar Effendi. Sampai Perdana Menteri Prancis, Francois Fillon datang ke Jakarta pada 30 Juni 2011. Pertemuan Menteri Perdagangan Luar Negeri Prancis Nicole Bricq saat ada kunjungan Menteri ESDM Jero Wacik ke Paris pada 23 Juli 2012. Wakil Presiden Senior Total E&P Asia Pacific Jean-Marie Gullermo menemui Menteri ESDM Jero Wacik pada 10 Juli 2013. Dan Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius dan beberapa pengusaha Prancis bertemu Menteri ESDM di Jakarta, pada 2 Agustus 2013 yang baru lalu. Mereka turun tangan membantu dengan lobby hubungan bilateral agar kontrak Total di Blok Mahakam diperpanjang. Padahal Blok Mahakam bukan lagi merupakan Plan Of Development (POD) 1, sehingga seluruh assetnya harus kembali ke negara.

“Maka tidak ada alasan apapun bagi Pemerintah memperpanjang kembali kontrak Blok Mahakam kepada Total. Akan tetapi, baik Rudi Rubiandini saat menjadi Kepala SKK Migas maupun Menteri ESDM Jero Wacik dengan alasan jika Pertamina yang kelola maka supply gas akan menurun dan berdampak terhadap penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), padahal Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan sudah konfirmasikan kepada Menteri BUMN Dahlan Iskan jika Pertamina kelola Blok Mahakam pasca 2017 akan meraih hasil keuntungan Rp. 171 triliun. Bahkan diprediksi potensi pendapatan migas pasca 2017 dari Blok Mahakam sebesar Rp. 1.700 triliun untuk masa dua puluh tahun lebih,” sambung Binsar Effendi.

Jika mengacu pada undang-undang, sergah Koorinvokasi GNM Muslim Arbi, mestinya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tidak bisa begitu saja lepas tangan. Pasal 3 Perpres Nomor 9 tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Migas disebutkan Ketua Komisi Pengawas SKK Migas adalah Menteri ESDM, dan Pasal 9 ayat (1) dikatakan Kepala SKK Migas bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

“Dengan demikian Presiden SBY seharusnyalah bertanggung jawab atas tertangkapnya Kepala SKK Migas Rudi Rubiandini oleh KPK, karena Presiden SBY yang memilih dan melantik Kepala SKK Migas. Kalau sekarang yang bersangkutan di duga terlibat korupsi, Presiden SBY bukan menjadi kaget tetapi bertanggungjawab terhadap orang pilihannya,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline