Lihat ke Halaman Asli

Pileg dan Pilpres Hanyalah Ajang Haus Kekuasaan

Diperbarui: 18 Juni 2015   08:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14041625031322375460

Hingar-bingar Politik semakin tinggi apalagi menjelang pilpres 9 Juli 2014. Seperti kita ketahui bersama pemilu legislatif 2014 adalah pileg terburuk dalam sejarah demokrasi kita paling tidak selama kurun 16 tahun sejak runtuhnya rezim orde baru.

Orde Lama digantikan dengan Orde Baru yang sangat otoriter tetapi stabilitas politik dan kemananan relatif terjaga dan kondusif dan sekarang adalah Orde Reformasi yang telah menggantikan rezim Orba.

Tetapi apakah memang ada Orde Reformasi itu di Republik ini? ataukah hanya sebuah nama tanpa makna karena katanya Reformasi telah mati sebelum lahir bahkan konon tak ada Orde Reformasi yang ada hanyalah Pergantian Rezim belaka.

Tiga puluh dua tahun lebih rezim Orde Baru berkuasa. Walaupun tidak semua hal-hal yang di tinggalkan oleh ORBA salah semua , tetap ada hal-hal yang baik seperti pertumbuhan ekonomi dan keamanan, walaupun begitu kalau di buat perbandingan antara manfaat dan mudharat barangkali lebih besar mudharatnya dan jangan hanya melihat hal-hal yang baik saja kemudian dijadikan pembenaran untuk langgengnya Status Quo, seperti demokratisasi yang dihambat pertumbuhannya, pemerintahan yang represif dan lain sebagainya.

Oleh karena itu ORBA bukan sekedar rentang waktu (kalau rentang waktu tentu semua orang mengalaminya) tetapi adalah suatu sistem yang melingkupi kehidupan berbangsa dan bernegara yang diciptakan untuk memepertahankan Status Quo.

Orde Baru memang berhasil membangun Fisik gedung-gedung mewah dan lain sebagainya tetapi gagal membangun mental bangsa, Kolusi, Korupsi dan Nepotisme menjadikan negeri ini salah satu negeri terkorup di dunia dan ter-korup nomer satu di Asia yang menjadikan harga diri bangsa tidak bermartabat di tengah pergaulan dunia. Negara terbebani hutang yang tak berkesudahan dan masuk dalam perangkap hutang (Debt Trap).

Pileg 2014 adalah pemilihan legislatif terburuk dalam sejarah pemilu republik ini. Tidak penting bagaimana visi dan misi para caleg karena yang berperan adalah politik transaksional atau politik “WANI PIRO”.

Caleg yang terpilih kebanyakan adalah mereka yang berduit saja selain membeli suara kepada konstituen langsung dan juga buruknya moralitas oknum penyelenggara pemilu yang dengan telanjang menawarkan berapa harga untuk membeli suara kolektif dimana si caleg sampai di titik aman.

Apakah Pilpres 9 Juli 2014 ini juga tidak seburuk pilegnya? karena mereka yang culas dengan mudah menduplikasi bagaimana cara memperoleh suara pada pemilu legislatif untuk diterapkan pada pilpres kali ini.

Kualitas para timses dari hari ke hari semakin menampakkan jati dirinya sebagai hamba-hamba kepentingan dan hamba-hamba kekuasaan. Kampanye hitam, fitnah, dan adu-domba adalah konsumsi sehari-hari yang mereka pertontonkan kepada rakyat.

Alih-alih memberikan pendidikan politik yang berkualitas kepada rakyat mereka timses dan parpol-parpol pendukungnya berlomba-lomba terjun bebas di ajang saling hina dan saling serang para politisi bermetamorfosa bagaikan binatang liar yang setiap saat dapat menerkam mangsanya.

Kekuasaan telah mereka jadikan tujuan bukan lagi sebagai sarana untuk berkhidmat dan menyebarkan kebaikan di dalam masyarakat. Nah ketika kekuasaan menjadi tujuan maka disitulah saat-saat kepentingan rakyat akan dilupakan dan hanya sebatas retorika.

Dengan syarat pencapresan yang sangat ketat dan kuatnya dominasi partai politik menjadikan bangsa ini kehilangan kesempatan untuk memilih putra-putra terbaiknya untuk berkompetisi secara sehat merebut jabatan Presiden.

Ironis memang, karena saat ini kita tidak dihadapkan untuk mencari pilihan yang baik dari yang terbaik tetapi mencari pilihan buruk dari yang terburuk.

Dengan konstruksi dan mindset politik diatas apakah masih ada secercah harapan yang rakyat bisa harapkan dari dua kandidat capres yang sedang berkompetisi ini?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline