Lihat ke Halaman Asli

Review: Brave (2012)

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1340871124755587742

[caption id="attachment_185138" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber Gambar: Rotten Tomatoes"][/caption]

Pasca guyuran kritik pedas yang dialamatkan kepada Cars 2 (2011) dari berbagai kritikus film, Pixar tampaknya telah mencoba belajar dari ‘kesalahan’ masa lampau. Pasalnya, Pixar dikenal sebagai salah satu empunya film-film animasi spektakuler, yang tidak hanya menampilkan visualisasi yang mencengangkan, tetapi juga plot yang berbobot sekaligus menghibur. Konon, pengembangan Brave memakan waktu yang tergolong lama, yakni tidak kurang dari delapan tahun. Tadinya, film ini berjudul The Bear and the Bow.

Naskah filmnya sendiri ditulis oleh — tidak tanggung-tanggung, empat orang sekaligus — Mark Andrews, Steve Purcell, Brenda Chapman, dan Irene Mecchi. Sedangkan, filmnya digawangi oleh duo Mark Andrews — yang sudah bekerja di perusahaan raksasa Pixar selama 12 tahun sebagai konsultan cerita dan teknisi — dan Brenda Chapman. Dengan kemampuan mereka berdua yang memang sudah berpengalaman, Brave kemungkinan besar bisa masuk Oscar nantinya sebagai kandidat film animasi terbaik.

Berkisah di istana raksasa sebuah kerajaan bernama Dunbroch di Skotlandia, Brave fokus pada kehidupan seorang Putri bernama Merida (Kelly McDonald). Merida hanyalah seorang gadis remaja yang ingin memilih takdirnya sendiri. Konflik pun timbul ketika ibunya, Elinor (Emma Thompson), ingin menikahkannya dengan salah satu anak bangsawan dari tiga kerajaan di seberang melalui sebuah sayembara. Sayangnya, Merida tidak serta-merta menerima permintaan ibunya tersebut. Sebaliknya, Merida dan Elinor justru tenggelam dalam konflik ibu dan anak yang panjang.

Jangan khawatir, Brave tidak cuma membawa penontonnya ke dalam momen-momen tearjerking, tetapi juga suguhan aksi-aksi menantang yang membuat pengalaman penonton semakin asik. Brave punya pace narasi yang steady, yang tidak pernah terasa melambat maupun membosankan. Aksi-aksi konyol tiga adik Merida juga banyak membantu dalam menghadirkan canda dan tawa bagi penonton — bahkan tidak jarang saya dan penonton lain tertawa terpingkal-pingkal tanpa malu-malu.

Bisa dibilang Brave merupakan tonggak ‘kebangkitan’ kembali Pixar dari ‘tidur’-nya ketika Cars 2 banyak dicerca tahun lalu. Sebab, Brave tidak hanya dicintai oleh penonton anak-anak — terlepas dari fakta bahwa Brave memang punya beberapa momen yang terbilang menakutkan bagi anak-anak — tetapi juga penonton dewasa. Mulai dari desain CGI yang ciamik — tokoh-tokohnya yang terasa hidup, juga lanskap tanah Skotlandia yang terlihat begitu memukau — hingga penceritaan yang tertata rapi dan memikat. Dengan kata lain, sama sekali tidak mengecewakan.

1340791476571339884

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline