Lihat ke Halaman Asli

[ Diary Sang Penggoda ] Suamimu Menggodaku

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kunikmati malam ini di beranda.   Kusapu pandanganku kearah pijar-pijar lampu malam yang terlihat indah di kejauhan. View of nightdan memandang indahnya rembulan sungguh membuatku betah untuk berlama-lama menghabiskan waktu sambil menunggukedatanganya. Terdengar bell berbunyi. Cepat-cepat kulirik dan melihatAeiger yang melingkari dilenganku, 22: 45 WIB dan berjalan ke arah pintu. Pasti itu Panji karena ia telah berjanji menemuiku seperti biasa. Ku buka grendel pintu dengan segera, langsung saja wanita itu menyerobot masuk.

“Jadi ini apartmentyang Panji belikan buatmu” serbuwanita yang berdiri di depanku.

Matanya yang penuh selidik  menyapu seluruh ruangan  bagaikan singa yang sedang menggerayangi mangsanya. Wajah aristokratdidepanku adalah wanita yang cukup cantik jika tanpa riasan menor itu, denganbalutan Channel ditubuhnya berwarna marundan perhiasan disana sini membuatnya seakan toko berjalan. Begitu kontrast dengan diriku yang hanya menggunakan Flesh Revlon sebagai perona bibir dan tampil sederhana dengan lingerie hitam serta beraromakan Elizabeth Harden. Nada suara high heel yang terdengar wara wiri mengungkapkan ketidaktenangan wanita didepanku.

“Maaf, anda siapa” ujarku lembut dan tetap mencoba ramah terhadapnya sekaligus kupersilahkan ia untuk duduk, hatiku bertanya adakah ia wanita yang Panji ceritakan padaku.

“Jangan berbasa basi denganku, aku hanya mau kau meninggalkan Panji ”, katanya masih dengan keangkuhan yang luar biasa dan dikeluarkan sigaret berserta pemantik dari tasnya yang juga bermerk International . “Biarkan Panji kembali padaku”, ujarnyaseraya mengeret pemantik dan menghirup dalam-dalam lalu membuang asapnya tepatdi wajahku.

“Apa maksud kedatangan anda kemari, maaf jika tidak ada keperluan, silahkan anda keluar dari apartment saya” kataku masih dengan kelembutan seperti biasa dan berdiri mempersilahkan tamu tak diundang ini untuk pergi. Lalu,Ia mematikan sigaretnya.

“Dasarperempuantak tahu malu,pasti kau menjual tubuhmu untuk mendapatkan apartment ini dari Panji kan. Aku yakin kau telah memberinya guna-guna”, semburnya cepatsambil berdiri dan mendekatiku. Aku sedikit mengambil jarak darinya. “Tidak mungkin ia dengan mudah mencampakkan aku begitu saja, jika kau tidakberbuat sesuatu yang gila”, katanyadengan tangan melayang diudaraKutangkisdan kutahanlengannya sebelummampir dipipi mulusku.

“Jangan pernah menyakitiku, aku tidak kenal siapa kau, dan jika kau adalah wanita yang Panji ceritakan padaku. Kau memang pantas untuk dicampakkan olehnya.”Ujarku tenang. Panji sudah menceritakan segalanya tentang wanita ini, istriyang dipilih orangtua Panjiuntuk dinikahi . Wanita yang culas dan angkuh menurut Panji, hanya mementingkan harta dan karir.Aku baruempat bulan mengenal Panji, masih berasa sepertikemarin saat bertemu Panji dibanding wanita di depanku ini yang telah menjadi istri Panji selama 4tahun perkawinan mereka yang tidak pernah merasakan keharmonisan dankebahagian.

“Berapa kau jual tubuhmu kepada Panji?”, ujarnya dengan binar marah diwajah. Aku tahu semua apa yang kau lakukan bersama Panji, katanya seraya membantingbeberapa lembaran photo ke atas meja. Pandangan ku sekejap mengarah ke meja, itu memang photoku bersama Panji dalam beberapapose di peraduanku. Terpikir olehku darimana wanita didepanku ini mendapatkannya. Adakah ia menyewa jasa detectif cinta untuk menguntit seluruh aktivitas asmaraku bersama Panji melalui kamera tersembunyi di kamarku. Kapan dan bagaimana mereka masuk ke apartmentku.

“Aku bahkan tahu bahwa kau pergi ke dukun untuk mendapatkan dia” cercanyaseakan ingin menelanku dan tertawa lirih. Dasar perempuan licik. Berapa banyak lelaki yang pernah tidur denganmu? Aku yakinkau hanya memoroti harta mereka saja termasuk Panji. Berapa Panji membayarmu untuk semalam” , dampratnya kepadaku. Aku sedikit masgul mendengar ucapannya padaku. Jika ia tahu bagaimana akumembeliapartment ini dengan setiap tetes keringat darah yang kubayar selaku seorang sekretaris. Uang yang kukumpulkan selama 5 tahun masa kerjaku. Tapi, ku tetap berusaha tenang menghadapi amarahnya yang kian membara.

“Tidak perlu kulakukan semua itu, aku tidak perlu orang pandai, dukun atau pun guru spiritual untuk mendapatkan suamimu. Ia yang datang padaku atas keinginannya, tanpa aku perlu merayu. Dan aku dengan senang menerimanya”, jawabku.“Apa yang kami lakukan bersama atas rasa suka dan kesenangan semata” jelasku.

“Syiet!!!makinya. “Jika seluruh wanita pengganggu suami orang mengaku sepertimu, aku yakin kalian sudah akan dirajam oleh seluruh istri dibumi ini” sindirnya sinis.

“Kau boleh tertawa, tapi suamimu lah yang datang menawarkan padaku tanpa pernah kupinta. Dan aku sangat,sangat menikmati apa yang ia berikan padaku, termasuk tubuh dan gairahnya diatas ranjangku. Jangan pernah menguatirkan apapun dariku, karena aku tidak akan merampasnya darimu” uraiku denganmembela diri.

“Wanitahina yang tidak berhati nurani”, kecamnya padaku.

“Jika kau menyebutku tidak berhati nurani, dimana letak martabatmu sebagai istri selama perkawinanmu? Adakah kau menjaga marwahnya sebagai suami?” timpalkudengan senyum kecil.

Plakkk!!! Ditamparnyawajahku. Dan balik kulayangkan tanganku ke wajahnya. Plakkkk!!! “Jangan pernah menyakitiku, ini peringatan kedua dariku. Silahkan anda meninggalkan apartmenku”, ujarku seraya mendekat ke pintu danmembukanyasekaligus mengusir wanita ini untuk pergi.

“Kau akan menyesali semua perbuatanmu terhadapku”, katanya dengan nada intimidasi padaku seraya meninggalkan apartmentku.

Ku melangkah memasuki kamarku dan duduk didepan meja rias, perlahan ku tariklaci narkas didepan dan mengeluarkan sebuahkotak musik hitam. Kukeluarkan selembar photo usang daridalamnya dan kupandangi wajahkekasih hatiku, “Arga”, bisikku . “Andai saja kau tidak pernahpergi meninggalkanku, pasti hal ini tidak akan terjadi” ujarku parau. Kupandangiterus wajah Arga yang bagaikan pinang dibelah dua dengan Panji. Dan semuanya semakin kabur diiringi tetes air mata yang jatuh dipipi.”Semoga kau damai disana” pintaku lirih.

^^GVN I K^^

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline