Lihat ke Halaman Asli

Memuji Kemalasan dan Mengkritik Kerja Keras

Diperbarui: 18 Desember 2024   21:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Bertrand Russell, seorang filsuf terkenal abad ke-20, dalam esainya berjudul "In Praise of Idleness" (1935), memberikan pandangan kritis terhadap budaya kerja keras yang dianggap sebagai keutamaan dalam masyarakat modern. Russell berpendapat bahwa keyakinan pada nilai kerja keras bukan hanya membatasi kebahagiaan individu, tetapi juga memperkuat ketidakadilan sosial. Menurutnya, jalan menuju kebahagiaan dan kemakmuran dapat ditemukan melalui pengurangan jam kerja secara terorganisir, memberikan lebih banyak waktu luang kepada semua orang untuk menikmati hidup dan mengembangkan potensi diri.

Russell memulai dengan mengkritik penyembahan terhadap efisiensi dan produktivitas di era modern. Ia mengamati bahwa kebanyakan orang menganggap bahwa segala sesuatu yang dilakukan harus memiliki tujuan pragmatis, bukan demi kesenangan itu sendiri. Ini menjadikan produktivitas sebagai bintang penuntun kita. Orang jarang meluangkan waktu untuk melakukan sesuatu hanya karena mereka menikmatinya. Sebagai akibat dari pandangan ini, bahkan hiburan pun menjadi kegiatan yang pasif, seperti menonton film, mendengarkan radio, atau menyaksikan pertandingan olahraga. Aktivitas semacam ini hanya menyisakan sedikit ruang bagi kreativitas dan partisipasi aktif.

Produktivitas dan Kehilangan Kesempatan Berkembang

Russell menyarankan bahwa masyarakat harus mulai memikirkan kembali pandangan mereka tentang kerja. Jika kemajuan teknologi memungkinkan kita untuk menghasilkan lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat, maka seharusnya teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk mengurangi beban kerja manusia. Misalnya, jika dengan teknologi, suatu pekerjaan yang sebelumnya membutuhkan delapan jam sehari dapat diselesaikan dalam empat jam, seharusnya orang dapat bekerja lebih sedikit dan memanfaatkan waktu luang untuk mengembangkan minat dan bakat mereka.

Namun, yang terjadi dalam dunia nyata adalah sebaliknya. Alih-alih mengurangi jam kerja, masyarakat memilih untuk mempertahankan beban kerja yang sama, menghasilkan surplus yang tidak diperlukan, atau bahkan memecat sebagian pekerja sehingga menciptakan pengangguran. Ketimbang memberikan waktu luang yang lebih banyak kepada semua orang, masyarakat menciptakan ketimpangan: sebagian orang tetap bekerja keras, sementara sebagian lainnya tidak memiliki pekerjaan sama sekali. Menurut Russell, ini adalah pengelolaan yang tidak masuk akal terhadap sumber daya manusia.

Kritik terhadap Nilai Kerja Keras

Bagi Russell, anggapan bahwa kerja keras adalah keutamaan moral bukanlah sesuatu yang alami. Narasi ini, menurutnya, sering digunakan oleh pihak berkuasa untuk memastikan pekerja tetap patuh dan produktif. Sepanjang sejarah, kelas kaya dan aristokrat sering mempromosikan "keutamaan kerja" sambil memastikan bahwa mereka sendiri tidak melibatkan diri dalam kerja keras. Mereka hidup dalam kenyamanan yang didukung oleh hasil kerja orang lain.

Meskipun demikian, Russell mengakui bahwa kelas aristokrat, dengan waktu luang yang mereka miliki, sering kali berkontribusi besar terhadap peradaban. Mereka menciptakan seni, menemukan ilmu pengetahuan, dan menulis filsafat. Namun, kontribusi ini bukan karena mereka lebih cerdas atau lebih berbakat daripada pekerja, melainkan karena mereka memiliki waktu luang untuk memikirkan hal-hal yang lebih besar daripada sekadar bertahan hidup.

Ketimpangan dalam Pemanfaatan Teknologi

Dengan kemajuan teknologi modern, Russell percaya bahwa waktu luang tidak lagi harus menjadi hak istimewa yang hanya dinikmati oleh segelintir orang. Metode produksi saat ini memungkinkan distribusi kerja yang lebih adil dan waktu luang untuk semua orang. Namun, masyarakat modern cenderung memilih untuk mempertahankan struktur sosial yang ada, di mana kerja keras tetap dianggap sebagai tolok ukur utama nilai seseorang.

Contohnya, dalam industri manufaktur, jika sebuah teknologi ditemukan untuk meningkatkan efisiensi, alih-alih mengurangi jam kerja semua orang, perusahaan sering kali memilih untuk mempertahankan jam kerja yang sama, menciptakan surplus produk, dan pada akhirnya memecat sebagian pekerja. Akibatnya, sebagian pekerja kehilangan pekerjaan dan menjadi pengangguran, sementara yang lain terus bekerja keras. Dalam skenario ini, waktu luang yang seharusnya membawa kebahagiaan justru menjadi sumber penderitaan karena pengangguran sering kali disertai dengan stigma sosial dan tekanan ekonomi.

Membayangkan Dunia dengan Lebih Banyak Waktu Luang

Russell mengajak kita untuk membayangkan dunia di mana manusia memiliki lebih banyak waktu luang. Dalam dunia seperti itu, individu dapat mengeksplorasi minat mereka, baik di bidang seni, ilmu pengetahuan, maupun hubungan sosial. Persaingan material akan berkurang, dan orang akan memiliki kesempatan untuk menjadi lebih baik hati dan lebih saling menghargai. Menurut Russell, kebaikan adalah kualitas moral yang paling dibutuhkan dunia, dan kebaikan hanya dapat tumbuh dalam lingkungan yang memberikan rasa nyaman dan aman, bukan dari kehidupan yang penuh perjuangan keras.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline