Dalam arus peradaban modern yang sering kali dicirikan oleh perebutan status dan kekayaan materi, terdapat salah satu dosa besar yang sering kali terlewatkan dalam diskusi-diskusi keagamaan: yaitu meninggalkan keluarga dalam kebodohan tentang ajaran agama. Rasulullah SAW dalam hadits yang diriwayatkan dalam kitab Ihya' Ulumiddin memberikan peringatan keras,
" "
"Tidaklah seseorang menghadap Allah dengan membawa dosa yang lebih besar dari kebodohan keluarganya terhadap agama." (Imam Ghazali dalam Ihya' Ulum al-Din Juz 2 hal. 33)
Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya pendidikan agama dalam struktur keluarga dan masyarakat.
Pendidikan Agama sebagai Prioritas yang Terabaikan
Dalam masyarakat modern yang serba cepat, pendidikan agama sering kali kalah prioritas dibandingkan dengan pendidikan sekuler yang dianggap lebih mampu mengamankan posisi ekonomi yang lebih baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2020 menunjukkan bahwa di banyak negara mayoritas Muslim, ada kecenderungan peningkatan pemisahan pendidikan agama dari kurikulum sekolah umum, seiring dengan adopsi model pendidikan Barat yang lebih sekuler.
Hal ini mencerminkan sebuah dilema global di mana penekanan pada capaian akademik dan karier profesional mungkin telah mengorbankan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai keagamaan.
Kehilangan Esensi Warisan Para Nabi
Para Nabi, sebagai pembawa risalah Ilahi, tidak meninggalkan harta duniawi melainkan ilmu sebagai warisan abadi sepanjang zaman. Hadits Rasulullah menyatakan,
"Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, sesungguhnya mereka hanyalah mewariskan ilmu, maka barangsiapa yang telah mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak." (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi)