Lihat ke Halaman Asli

Pancasila, antara Idealisme dan Realitas Indonesia

Diperbarui: 30 Mei 2024   11:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zedienz

Pancasila, yang dijunjung sebagai ideologi pemersatu bangsa Indonesia, di masa kini sering terasa lebih mirip dengan teka-teki sulit yang disimpan dalam kotak kaca--dipuja namun tidak selalu dipraktikkan.

Konsep akal dan adab yang seharusnya menjadi roh dari Pancasila, tampaknya mengalami distorsi dalam kenyataan kehidupan berbangsa yang kita alami sehari-hari. Ketika realitas politik dan sosial Indonesia bertentangan dengan prinsip-prinsip mulia ini, wajar jika kita bertanya: Apakah Pancasila masih relevan, atau hanya menjadi mantra kosong yang dipanggil-panggil saat upacara?

Akal: Sang Pemikir yang Terabaikan

Di dalam arus besar politik dan pembuatan kebijakan, acap kali tampak bahwa akal seakan menjadi aspek yang terpinggirkan. Dalam banyak keputusan, terutama yang berkaitan dengan eksploitasi sumber daya, tampak jelas bahwa perencanaan jangka panjang sering kalah oleh godaan keuntungan sesaat.

Contoh jelas adalah deforestasi yang tidak terkendali di beberapa daerah, di mana keuntungan ekonomi cepat menutupi pertimbangan tentang keberlanjutan lingkungan atau kesejahteraan masyarakat setempat. Ironisnya, kebijakan yang dibuat tanpa akal sehat ini tidak hanya merugikan lingkungan tetapi juga memperburuk kondisi hidup generasi mendatang.

Lebih jauh, akal yang terabaikan juga terlihat dari kegagalan sistem pendidikan dalam menghasilkan pemikir kritis dan inovatif. Akibatnya, lulusan-lulusan baru terjun ke dunia kerja dengan bekal teoritis yang kuat tapi kekurangan keterampilan untuk berpikir secara mendalam dan menyelesaikan masalah secara efektif.

Ini mencerminkan sebuah paradoks di mana negara dengan sumber daya alam yang kaya, namun kekurangan inovasi dan kreativitas untuk memanfaatkannya secara berkelanjutan.

Adab: Etika yang Terpinggirkan

Sementara akal fokus pada 'mengapa' dan 'bagaimana' kita bertindak, adab berkaitan dengan 'apa' yang kita lakukan dan 'dengan cara apa'.

Indonesia, yang dikenal dengan keramahan dan keberagaman budayanya, ironisnya juga menghadapi tantangan besar dalam menjaga nilai-nilai adab dalam praktik sehari-hari.

Peristiwa-peristiwa seperti intoleransi dan kekerasan atas nama agama atau suku sering kali menyeruak ke permukaan, menunjukkan bahwa adab--sikap menghormati keberagaman--masih seringkali hanya lip service.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline