Lihat ke Halaman Asli

Buang, Togi, dan Ali: Cerita dari Pinggir Sungai

Diperbarui: 28 April 2024   07:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bing

Di sebuah pulau terpencil, Buang tumbuh mengenal suara ombak yang menggulung dan suara angin yang bisikkan kisah-kisah dari daratan jauh. Di tengah kesunyian yang hanya diisi suara alam, Buang sering mendengar panggilan untuk mencari ilmu lebih dalam. Itu yang membawanya meninggalkan pantai pasirnya yang hangat menuju pesantren di kota santri.Pesantren itu bukan hanya rumah bagi buku dan ilmu, tapi juga untuk karakter-karakter yang akan memperkaya perjalanan Buang. Di sana, Buang bertemu dengan Togi, seorang adik kelas yang ceria dan selalu penuh energi, serta Ali, yang dikenal karena jarang mandi dan aroma khas yang ia bawa kemana-mana.

Di tahun pertamanya, kehidupan Buang di pesantren penuh dengan tantangan. Dari menjadi bahan tertawaan karena logat pulau yang tebal, hingga beradaptasi dengan aturan pesantren yang ketat. Namun, ia menemukan tempat tenang di tepi sungai kecil, di mana ia bisa memancing dan merenung.

Suatu hari, ketika Buang sedang duduk di pinggir sungai dengan joran pancingnya, Togi datang menghampiri dengan langkah gembira. "Buang! Aku dengar kau jago memancing. Ajari aku dong!" serunya dengan mata berbinar.

Buang tersenyum dan mengangguk, "Tentu, Togi. Memancing itu seni. Kau harus sabar dan tahu kapan harus menarik benang pancing."

Sementara itu, Ali yang lewat dan mendengar percakapan itu hanya menggelengkan kepala. "Aku lebih suka tidur daripada membuang waktu menunggu ikan," keluhnya dengan nada malas.

Namun, di luar kebiasaan mandinya, Ali memiliki hati yang besar dan selalu siap membantu kawan-kawan sekelasnya, meskipun dengan cara yang unik dan seringkali mengundang tawa. "Ali, mungkin kau bisa belajar satu atau dua hal tentang kesabaran dari memancing," goda Buang suatu kali, sambil memberikan senyuman nakal.

"Wah, mungkin. Tapi kau harus mengajari aku bagaimana cara tidak terlalu cepat menyerah dulu!" balas Ali, yang meskipun malas mandi, tidak pernah malas untuk berseloroh.

Tahun-tahun berlalu, dan trio ini menjadi dikenal di pesantren tidak hanya karena karakter mereka yang unik tetapi juga karena kebersamaan mereka. Togi, dengan semangatnya yang tak pernah padam, sering mencerahkan hari-hari Buang dan Ali dengan canda tawanya. Ali, walaupun sering menjadi bahan candaan karena jarang mandi, dikenal akan kecerdasannya dalam memahami teks-teks agama dengan cepat, sering membantu Buang dalam menyiapkan ceramah.

Buang, dengan kesabarannya, perlahan menjadi seorang pembicara yang dihormati. Ia sering menggunakan analogi memancing untuk menjelaskan konsep-konsep dalam Islam, dan bagaimana pentingnya sabar dan tahu waktu yang tepat untuk bertindak. "Dalam memancing dan dalam kehidupan, kesabaran adalah kunci. Kita tidak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan secepat yang kita harapkan, tapi dengan kesabaran, kita akan mendapatkan yang terbaik pada waktunya," Buang sering berkata dalam ceramahnya.

Pada suatu acara besar di pesantren, di mana Buang diundang untuk berbicara di depan para ulama besar, Ali dan Togi duduk di barisan depan, menyaksikan sahabat mereka berbicara dengan penuh percaya diri. Togi, dengan mata berbinar menatap kagum pada Buang, dan Ali, yang untuk kesempatan istimewa itu, mengambil mandi ekstra, duduk dengan bangga menyaksikan Buang berbicara.

Togi adalah adik kelas yang ceria dengan mimpi besar untuk menjadi tentara. Energi dan semangatnya yang tak pernah padam seringkali menjadi sumber kekuatan bagi teman-temannya, termasuk Buang dan Ali. Togi sering berbagi tentang kekagumannya terhadap disiplin militer dan bagaimana ia bermimpi untuk melindungi dan melayani negara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline