Lihat ke Halaman Asli

Memori yang Hilang

Diperbarui: 6 Agustus 2016   13:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku adalah buku. Kumpulan halaman penuh bacaan. Aku berisi tentang sejarah panjang negri ini. Aku, saksi tulisan perjalanan panjang tanah air. Berada dalam jejeran panjang buku dalam rak tua dari kayu.

Sudah puluhan tahun aku tertumpuk di salah satu kardus. Ditemukan oleh sekelompok orang pemburu kisah lalu. Kemudian di tempatkan dalam salah satu rak dari kayu. Dan disinilah aku.

Banyak dicari oleh anak muda yang haus akan sejarah negri. Bahagia kurasakan. Banyak yang mencariku, membacaku bahkan memahamiku. Membuat ilmu yang ada dalam tiap paragrafku tertulis kembali dalam lembaran baru. Membuat hidup kembali ilmu-ilmu di dalamku.

Seiring berjalannya waktu, kertasku makin kusam dimakan usia. Halamanku yang dulu tanpa lipatan, kini penuh bekas lekukan. Tampak sekali bahwa akulah buku renta.

Satu waktu yang pilu, aku terjatuh dalam gelap. Panjangnya hari membuatku mendekam dalam sepi. Cahayaku yang temaram membuatku tersadar. Bahwa kini aku berada jauh dibawah tempatku seharusnya berada.

Hari demi hari terus berlalu. Namun tak kunjung datang seseorang untukku. Aku sendiri dalam buramnya waktu. Tuhan, kirimkanlah padaku seseorang berhati suci untukku. Kembalikan aku ke tempatku berada untuk menyebar cahaya dalam kata.

Lama kutunggu. Namun Tuhan masih mengkhendakiku untuk kembali menjadi bacaan. Seorang remaja baik hati yang tergerak mengambilku dan membacaku.

Harapku, ilmu dalam tiap kalimatku tetap berlayar dalam dunia sejarah tanah pertiwi. Menerangi kelamnya memori yang mulai lupa akan sejarah negri. Tuhan, kabulkanlah selarik do’a penuh piluku.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline