Lihat ke Halaman Asli

Panembahan Senopati

Pegiat Literasi

Nasi Goreng Lombok Ijo

Diperbarui: 10 Februari 2020   15:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kuliner. Sumber ilustrasi: SHUTTERSTOCK via KOMPAS.com/Rembolle

Pagi hari ini aku memasak nasi goreng. Masakan khas Indonesia ini menjadi salah satu menu favoritku. Tak jarang di kala musim hujan ini aku sering membuatnya. Kali ini aku mencoba berbeda karena aku menggunakan Lombok ijo sebagai bumbu utama. Tentu usaha ini tidak asal-asalan saja. Aku melihat cara memasak nasi goreng ini melalui salah satu channel youtube. Karena kelihatannya enak jadi akupun mencobanya. 

Setidaknya sudah dua kali aku membuatnya. Bumbu sudah kusiapkan, minyak kupanaskan. Kucampur bumbu dengan telor dan mulai kumasukkan nasi. Setelah beberapa waktu kumulai mencicipi rasanya. Perlu  beberapa waktu untuk memantapkan rasa. Aku tambahkan garam, kecap, micin agar rasanya nikmat. Icip-icip rasa sampai mantap betul kulakukan.

Sejenak aku berpikir bahwa meskipun kita sudah mengetahui resep, cara membuatnya, tetap saja dibutuhkan kemampuan delivery (baca : penyajian) yang mantap untuk menciptakan rasa yang nikmat. Kemampuan delivery inilah yang perlu diasah dalam waktu yang tidak pendek. Bahkan perlu bertahun-tahun agar mampu melakukannya. 

Seorang chef misalnya ia bisa menjadi ahli setelah melalui waktu yang panjang, belajar dengan sungguh-sungguh untuk meningkatkan kapasitasnya. Aku teringat ketika meminta bantuan ibuku untuk membantu mengkondisikan rasa sayur yang kubuat karena rasanya yang tak karuan. Sontak ia kemudian mencicipi dan mulai memasukkan beberapa sendok garam dan gula. Dan alhasil, rasa telah berubah dari semula berantakan menjadi istimewa.

Hal ini berlaku dalam semua aspek. Berdakwah misalnya, materi mudah dicari, tapi cara penyampaian ini yang butuh waktu lama untuk belajar. Tidak mungkin materi yang sama tapi penyampaian kepada anak-anak, remaja, dan orang tuapun caranya sama. Bisa dibayangkan ketika mengisi kajian orang tua tapi dengan gaya anak-anak. Kemampuan inilah yang harus kita asah setiap waktu agar menjadi ahli. 

Menurut penelitian untuk menjadi seorang ahli dibutuhkan waktu 10.000 jam terbang. Kalau dihitung hari setidaknya butuh waktu 3-5 tahun dengan rata-rata 8 jam kerja setiap harinya. Inipun bukan berarti pengulangan aktivitas yang sama selam 3-5 tahun. Tapi setiap waktu harus ada peningkatan (progress) yang terukur. Mari manfaatkan waktu kita dengan meningkat kapasitas yang kita miliki. Terus belajar dan rendah hati. Semangat pagi..!!

Iksan adi kuncoro,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline