Lihat ke Halaman Asli

Sabarlah, Karma itu Memang Pedih, Jendral!

Diperbarui: 17 Maret 2021   01:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humor. Sumber ilustrasi: PEXELS/Gratisography

Kampung, terutama kampungku, memang eksotis. Bahkan, nama-nama pun banyak yang eksotis. Ada yang namanya Bakul, Centong, Pacul, atau  Sair. Pun, ada nama seperti Sarjana, Kopral, juga Jendral. Nama-nama mereka sepertinya lucu, tapi tidaklah demikian adanya.  Mereka sangan sensitif bila ada yang memplesetkan nama mereka. Pernah Centong membabi buta hanya karena ada yang iseng bercanda, "Maklum Centong. Yang dia tahu, kan, cuma nasi!"

Dan, ini kisah tentang Jendral. Iseng tapi tidak mau diisengin. Usil tapi tidak mau diusilin. Jahil tapi tidak mau dijahilin.

Sore ini, Jendral melewati jalan pintas yang biasa dilewati kerbau Abah Uka. Dia melihat banyak sekali kotoran kerbau di jalan pintas itu. Jendral berhenti sesaat, sepertinya tengah mengingat-ingat kotoran kerbau itu. Dan ... timbullah pemikiran briliannya.

Malam ini, usai mengaji di rumah Nyi Minah, Jendral mengajak Bakul, Centong, Pacul, dan Sair pulang melewati jalan pintas, "Sekalian kita 'ngobor puyuh'!" ajak Jendral. 'Ngobor Puyuh' merupakan aktivitas rutin mereka di malam hari, yakni mencari burung puyuh yang masih banyak terdapat dipesawahan.

"Tapi, kan, jalan pintas gelap, Jendral!" ujar Bakul.

"Kalau takut, kita lari. Lagi pula kita harus buru-buru. Biasanya rombongan Sarjana udah pergi duluan!" Jendral meyakinkan.

Tanpa pikir panjang, keempatnya mengikuti keinginan Jendral yang berjalan di depan. Jendral berlari memilih jalan melewati kotoran kerbau. Sontak mereka pun mengikuti. Hasilnya? Bakul, Centong, Pacul, dan Sair tidak jadi 'Ngobor Puyuh'. Mereka malah bergegas ke sumur musala karena tubuh mereka penuh dengan kotoran kerbau.

Keempat sahabat Jendral merasa dijebak. Mereka pun berencana melakukan pembalasan kepada Jendral.

Besok malamnya, Bakul, Centong, Pacul, dan Sair tidak mau melewati jalan pintas yang telah direkayasa Jendral.

"Sudahlah, kita pulang lewat cukang saja!" ajak Bakul. 'Cukang' merupakan jembatan kecil atau titian yang biasa digunakan untuk melewati aliran irigasi sawah di kampung. 'Cukang' dibuat dari bambu atau kayu dan dipinggirnya dibuat pegangan dari bambu memanjang agar yang lewat tidak terjatuh.

"Ya udah, gak apa-apa!" Jendral menyetujui.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline