Lihat ke Halaman Asli

Jilbab di Atas Pusara (5)

Diperbarui: 15 Maret 2021   20:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Sepuluh tahun lalu, Gara dan Risma telah sepakat untuk menikah. Hampir setiap pulang kuliah, dari kampungnya di Sukamaju, Gara senantiasa menyempatkan diri untuk berkunjung ke rumah Risma di Citrawangi.

Meski usia keduanya masih sangat muda, Gara 19 tahun dan Risma 17 tahun, Namun orangtua keduanya selalu mendesak agar mereka menikah. Lagi pula, Gara punya keinginan menikahi Risma karena Risma adalah alumni pondok pesantren, sebab selepas SD, Risma sudah masuk Pondok Pesantren.

Karena alumni pesantren, Gara yakin sikap dan kepribadian Risma pastilah baik. Gara sendiri menyadari, ia hanya alumni sekolah-sekolah umum yang sedang kuliah di kampus umum, jadi harus ada yang mendampingi untuk mewujudkan mimpi-mimpi luar biasanya kelak.

"Apa keinginan terbesar akang setelah kita menikah nanti?" tanya Risma saat itu.

"Akang ingin punya anak yang banyak,"

"Hah ... anak yang banyak?" Risma tertawa, "Seberapa banyak?"

"Enam ... tujuh ... atau delapan!"

"Wuih. Banyak amat. Mengapa harus banyak?" tanya Risma

"Karena, itulah sesungguhnya harta bagi kita!" jelas Gara membuat Risma tertegun, "Di luar itu seperti mobil, perhiasan, dan yang sejenisnya, akang tidak melihat itu sebagai harta ... tapi sampah!" jawab Gara.

Mendengar penjelasan kekasihnya, Risma tersenyum. Ingin sekali ia memeluk Gara, namun Risma menyadari, mereka belum muhrim.

"Setelah itu?" tanya Risma.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline