Lihat ke Halaman Asli

Haruskah Bacaan Salat Idul Fitri Diterjemahkan?

Diperbarui: 6 Juni 2019   09:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sewaktu kuliah di sebuah Sekolah Tinggi Agama Islam jurusan PAI (Pendidikan Agama Islam), dosen PAI menjelaskan, salat itu perkara yang syar'i; tak boleh ada perubahan di dalam syarat dan rukunnya; baik di dalam bacaan atau pun gerakannya. 

Saat itu, saya tak banyak merespon dan tak banyak bertanya, karena saya fikir, itu adalah kisah-kisah masa lalu, sebab alur penegas yang ia sampaikan pun adalah cerita 'zaman dahulu'; bahwasannya banyak sahabat Nabi yang tidak faham dengan bahasa al-Qur'an, terutama para sahabat yang berasal bukan dari Mekah dan Hijaz, atau yang berdarah non Arab (ajam).  Namun, tak ada seorang pun di antara mereka yang diberi keringanan oleh Rasulullah untuk menggunakan bahasa-bahasa lain yang mereka kuasai, ketika melakukan salat.

Tapi, kemarin ini, saat salat Idulfitri 1440 H, saya dikejutkan dengan kejadian imam salat yang menerjemahkan bacaan-bacaan salat menggunakan bahasa Sunda, mulai dari al-Fatihah sampai surat-surat al-Quran yang dibacakannya. Waduh, ada apalagi ini?

Kejadian ini sengaja tidak saya sampaikan dalam bentuk berita dengan menggunakan rumus baku 5w+1h, sebab bukan nama dan tempat yang ingin saya munculkan. Pun, tidak dalam bentuk features, karena saya bukan ingin menelanjangi Sang Imam yang tiba-tiba bertindak ke luar dari alur kebiasaan salatnya jamaah kampung yang ia imami saat idulfitri kemarin.

Tulisan ini saya sampaikan semata-mata mewakili keterkejutan saya, ternyata hari ini saya dihadapkan dengan kisah 'zaman dahulu'nya dosen saya.

Sang Imam pasti punya pendapat dan alasan dengan tindakannya, meski barangkali alasannya ke luar dari kaidah keyakinan mayoritas jamaah yang mengikuti salat idulfitri tersebut. Namun alasan apa pun Sang Imam, saya juga tidak ingin membenturkannya dengan alasan-alasan pihak lain yang mungkin akan menolaknya. Apalagi bila Sang Imam beralasan, agar makmum mengerti bacaan salat.

Teringat dengan Kumpulan Fatwa MUI; sebuah lembaga yang diakui keberadaanya oleh negara, yang menyatakan bahwa salat yang disertai terjemah bacaannya dengan bahasa selain Arab, dinyatakan tidak sah, karena tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah. Salat tidak boleh dielaborasikan dengan bahasa ajam; bahasa selain Arab. Sebab faham atau aliran seperti ini dianggap sesat dan tertolak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline