Lihat ke Halaman Asli

Zayd Hussain

Menghindari kesesatan logika.

Ketika Netral Bukan Pilihan

Diperbarui: 14 Agustus 2022   10:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Unsplash.com - Endri Killo - W210

Hari itu Jum'at, sore menjelang Maghrib, masih seperti hari-hari yang lain. Jalanan tidak terlalu ramai didominasi kendaraan besar, juga seperti biasanya. Jam-jam segitu kendaraan angkutan berat mulai melintasi kota.

Sehari sebelumnya, matahari terlihat tidak seperti biasanya. Kali ini bentuk lingkarannya jelas, bagus untuk difoto. Tetapi kegiatan itu gagal. Di awal hari ini sempat bertekat untuk mengabadikan momen itu.

Mobil berjalan melambat, menjelang lampu merah. Kesempatan untuk mengambil foto. Langit kemerahan tanda sebentar lagi Maghrib. Ini adalah golden time, meminjam istilah dalam fotografi. Waktu-waktu yang tepat untuk mendapatkan hasil yang bagus tanpa banyak usaha. Waktu emas lainnya adalah pagi hari menjelang terbitnya fajar.

Melihat kesempatan, segera mengambil handphone, menyiapkan kamera. Yaa Allah... Tiba-tiba kopling nyeplos. Buru-buru meletakkan kamera. Memasukkan persneling ke gigi netral. 

Tidak ingin netral, inginnya dapat jalan terus, tetapi kali ini terpaksa harus netral. Bukan karena memilih netral, bukan karena menganggap netral itu baik, melainkan keadaanlah yang menuntut untuk netral. Di saat itu kita membutuhkan pertolongan. Kita membutuhkan ilmu. Kita membutuhkan hidayah.

Setir diputar searah jarum jam, mobil diarahkan untuk menepi ke sisi kanan. Jalan satu arah membuat mobil yang sedari awal berada di lajur kanan lebih aman untuk menepi ke sebelah kanan.

Roda kanan depan sudah sampai bahu jalan, tinggal yang kanan belakang. Gaya kinetik habis. Ban sudah sempat turun tetapi sebagian besar pantat mobil masih berada di jalan raya. 

Tidak berapa lama ada truk lewat. Oh, ternyata jalannya masih muat. Ya sudah, tidak apa-apa. Toh mobil besar tidak terhalang lajunya. Semoga tidak ada bocil ngetrek mendadak menyalip dari sisi kanan. Anak-anak jaman sekarang. Belum juga usianya diperbolahkan memiliki SIM mengendarai motor seperti Kucing yang katanya bernyawa sembilan. Bikin tepok jidat.

Mencoba menginjak pedal kopling lagi, nyeplos lagi, injak lagi, nyeplos lagi. Ya sudah, istirahat dahulu. Mesin dimatikan. Lampu hazard dinyalakan. Turun dari mobil menyiapkan Segitiga Darurat. Segitiga itu dudukannya sudah patah, disandarkan saja ke bumper belakang. Bumper yang retak akibat ditabrak pengendara motor beberapa waktu lalu dalam perjalanan ke Semarang.

Menelepon Bapak, melaporkan bahwa mobil bermasalah. Seperti sudah disampaikan, kopling nyeplos. Tetapi ada yang tidak biasa, keluar asap dari balik bonet. Asap putih mengepul menembus kap mesin melalui kisi-kisi di bawah wiper. Tidak lama ngobrol dengan Bapak. Kemungkinan kecil dapat bantuan dan solusi. Bapak di luar kota, jauh. Dijelaskan panjang lebar juga percuma.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline