Sesekali membaca kiriman beberapa anggota sebuah grup di media sosial, menjadi hiburan tersendiri buat saya. Sebagai seseorang yang pada dasarnya anti media sosial, kegiatan itu seakan membangkitkan kesadaran bahwa jaman sudah berubah, dan akan terus berubah.
Kembali ke tujuan saya menulis ini, ada beberapa kiriman di grup tersebut yang meurut saya keluar dari keumuman situasi dan kondisi saat ini. Apa itu? Iya, terlalu sering saya mendengar orang-orang di sekitar saya kehilangan benda berharga mereka. Dompet, uang, telepon genggam, laptop, motor, dan bahkan mobil. Tetapi di grup ini, isinya adalah kiriman orang-orang yang menemukan dan mengumumkan barang berharga yang boleh jadi sedang dicari-cari oleh pemiliknya. Saya kagum kepada mereka. Kejujuran itu, bagi saya adalah hal yang lebih berharga dari barang yang ditemukan.
Menyeberang ke dunia lain. Sepintas saya berpikir, apa yang ada di pikiran para terdakwa koruptor tentang makna kejujuran. Mesin peramban pun saya sambangi. Ketak-ketik beberapa kati kunci, munculah artikel dari sebuah harian nasional. Berikut ini tautan sumber dan kutipannya:
Mantan Ketua DPD RI, Irman Gusman mengaku sangat terpukul dan sedih dituntut tujuh tahun pidana penjara oleh Jaksa Penuntut Umum pada KPK.
Irman duduk sebagai pesakitan, terdakwa suap pengurusan kuota distribusi gula impor di Sumatera Barat.
"Majelis hakim Yang Mulia, sejujurnya harus saya sampaikan, bahwa saya merasa terkejut, sangat terpukul dan sedih dengan tuntutan tujuh tahun penjara yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam perkara saya ini," kata Irman saat membacakan pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta, Rabu (8/2/2017).
Saya jadi teringat kata-kata seorang kenalan saya beberapa tahun lalu. Kenalan saya mengatakan, "Kalau ada orang yang mengatakan 'sesungguhnya' maka sebelum ini dia tidak bersungguh-sungguh. Ketika mengatakan 'sebenarnya' berarti selama ini ada ketidak benaran yang disampaikannya. Ketika mengaakan 'sejujurnya' berarti orang ini sudah berlaku tidak jujur." Ucapan tersebut saya sampaikan secara makna karena memang saya telah lupa seperti apa ucapan dia secara persis. Alhamdulillah, saya terbiaksa menyimpan makna.
Pertanyaannya, "Perlukah kita mengaku jujur?"
Tidak sulit bagi kita untuk menebak kearah mana pemberitaan di media massa. Baca saja beberapa artikel terkait, maka dengan mudah akan ditemukan kecondongannya. Saya tidak terlalu paham tentang istilah media framing, tetapi kira-kira seperti itulah makna yang saya tangkap.
Silahkan dibandingkan pemberitaan terkait Pilkada DKI, tentang kebijakan Pemerintah menaikkan beberapa tarif layanan, atau tentang kunjungan Raja Salman. Pro dan Kontra terlihat jelas di sana. Dan beberapa media massa bermain cukup cantik dalam mengemas, sehingga sekilas tidak tampak ke arah mana mereka condong. Dalam hal ini saya tidak menuduh bahwa pemberitaan di media massa tidak ada yang netral, saya juga tidak akan mengklaim bahwa tulisan saya netral. Begitulah yang saya rasakan.
Saya akan mengulas media yang resiko bagi saya kecil bila melakukannya. Saya tidak mau memilih Kompas, Metro TV, atau yang lainnya yang besar-besar sebagaimana dilakukan beberapa orang netizen untuk diulas. Cukup bagi saya JendelaInfo.com. Sebagaimana pernah saya tulis sebelumnya, media ini saya angap unik.
Mengikuti berita tentang Arab Saudi dengan segala kaitannya, saya merasa bahwa pengelola situs tersebut selalu berusaha melakukan pembelaan saat ada pemberitaan miring tentang Kerajaan dan para tokohnya. Yang lebih menarik lagi, setiap pembelaan tersebut terlihat selalu berusaha dibangun di atas dua hal yaitu sumber resmi pemerintahan Kerajaan Arab Saudi dan situs berita luar negeri. Apakah mereka tidak cukup percaya dengan situs berita nasional? Tampaknya tidak begitu. Karena, saya juga membaca di sana berita-berita yang menurut saya itu diambil dari media seperti Kompas dan Republika yang notabene adalah media nasional yang dikenal.