Sebelum merdeka dan menjadi negara kesatuan yang utuh, Indonesia pernah mengalami masa kerajaan. Pada masa tersebut, setiap wilayah Indonesia mempunyai kerajaan tersendiri yang salah satunya bernama Kerajaan Mataram Islam.
Kerajaan Mataram Islam diperkirakan berdiri sekitar tahun 1586. kerajaan ini bermula dari sebuah daerah kadipaten yang berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajang.Mataram Islam terletak di wilayah Jawa Tengah bagian selatan dan pusatnya ada di Kota Gede, Yogyakarta. Setiap kerajaan tentu mempunyai sistem pemerintahan untuk menjalankan aktivitasnya, begitu pula dengan Mataram Islam.Sistem pemerintahan Kerajaan Mataram Islam adalah Dewa-Raja. Mengutip dari buku Huru-hara Majapahit dan Berdirinya Kerajaan Islam di Jawa arti sistem tersebut adalah pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak ada pada diri raja.
Pada masa kerajaan Islam di Indonesia, sistem pemerintahan mengalami perubahan signifikan dibandingkan dengan era Hindu dan Buddha sebelumnya. Kerajaan-kerajaan Islam salah satunya Mataram Islam yang dimana mengadopsi sistem pemerintahan yang berbasis pada syariat Islam, yang memberikan nuansa baru dalam tata kelola negara. Raja, yang sebelumnya dianggap sebagai titisan dewa dalam agama Hindu atau pelindung agama Buddha, berubah menjadi seorang sultan, pemimpin politik sekaligus religius yang diakui sebagai khalifah di wilayah kekuasaannya. Sultan memerintah dengan landasan hukum Islam, yang mencakup hukum-hukum syariah serta prinsip-prinsip keadilan yang didasarkan pada ajaran Al-Quran dan Hadis.
Sistem pemerintahan Islam di kerajaan mataram kuno tersebut memperkenalkan struktur politik yang lebih kompleks dengan pembagian kekuasaan yang teratur. Pada tingkat pusat, sultan sebagai kepala negara didampingi oleh para penasihat agama dan ulama yang memiliki pengaruh besar dalam menentukan kebijakan politik, sosial, dan hukum. Ulama memainkan peran sentral dalam memberi legitimasi pada pemerintahan sultan, menjadikan hubungan antara kekuasaan politik dan agama sangat erat. Selain itu, di tingkat regional, terdapat pejabat-pejabat lokal yang disebut bupati atau adipati, yang bertanggung jawab atas pemerintahan daerah dan memastikan pelaksanaan kebijakan pusat berjalan sesuai dengan hukum Islam.
Pengaruh Islam juga membawa perubahan dalam sistem hukum. Di kerajaan mataram kuno hukum syariah diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama dalam bidang peradilan dan tata aturan sosial. Perubahan ini terlihat dari pengenalan sistem pengadilan Islam (qadi), yang bertugas mengadili perkara-perkara hukum berdasarkan Al-Quran dan Hadis. Peradilan Islam ini berlaku tidak hanya untuk umat Muslim tetapi juga memberikan perlindungan bagi non-Muslim melalui konsep dhimmi, di mana non-Muslim diberi kebebasan untuk menjalankan agama mereka dengan syarat tunduk pada pemerintahan Islam. Sistem hukum Islam ini menandai peralihan dari hukum adat atau dharma sastra yang berlaku pada masa kerajaan Hindu dan Buddha.
Sistem pemerintahan kerajaan Mataram Islam di Indonesia membawa perubahan besar dalam struktur politik, sosial, dan keagamaan dibandingkan dengan era kerajaan Hindu dan Buddha sebelumnya. Dalam sistem ini, kekuasaan dipegang oleh seorang sultan, yang berfungsi sebagai pemimpin politik dan juga tokoh religius. Sultan tidak hanya memegang kendali atas pemerintahan tetapi juga berperan sebagai pemimpin spiritual umat Muslim di wilayahnya. Dalam sistem pemerintahan ini, legitimasi kekuasaan tidak hanya berasal dari pengakuan politik atau militer, melainkan juga berdasarkan penegakan hukum syariah yang dianggap sebagai bentuk kedaulatan Tuhan di dunia. Sultan, sebagai "khalifah Allah di muka bumi," berkewajiban menegakkan prinsip-prinsip Islam dalam menjalankan pemerintahannya.
Sistem pemerintahan kerajaan Islam di Indonesia sangat dipengaruhi oleh tata kelola politik Islam yang berkembang di Timur Tengah. Di tingkat pusat, sultan dibantu oleh ulama dan para penasihat, termasuk mufti yang bertugas memberikan fatwa keagamaan serta qadi yang memimpin sistem peradilan. Ini menunjukkan bagaimana pemerintah Islam di Indonesia menekankan pentingnya peran agama dalam pemerintahan. Ulama, yang bertugas menegakkan moralitas Islam, sering kali berperan sebagai penasehat sultan dalam mengambil keputusan-keputusan strategis. Dengan demikian, politik dan agama tidak terpisahkan, melainkan saling mendukung dalam menjalankan pemerintahan yang stabil dan adil.
Di bawah sistem pemerintahan Islam, hukum syariah diterapkan sebagai dasar dalam pengaturan kehidupan masyarakat. Penerapan hukum syariah tidak hanya mengatur urusan personal, seperti perkawinan dan warisan, tetapi juga mencakup bidang-bidang publik, seperti ekonomi, politik, dan peradilan. Kehadiran qadi di setiap wilayah kerajaan menunjukkan bahwa hukum Islam memainkan peran penting dalam penyelesaian konflik dan menjaga ketertiban masyarakat. Selain itu, konsep zakat, sedekah, dan wakaf juga diperkenalkan sebagai bentuk tanggung jawab sosial dan pemerataan kekayaan, yang mengikat masyarakat dalam kewajiban agama mereka. Dengan sistem ini, pemerintahan Islam di Nusantara menegakkan tatanan masyarakat yang berlandaskan keadilan sosial berdasarkan ajaran Al-Qur'an dan Hadis.
Kesimpulannya, sistem pemerintahan kerajaan Mataram Islam di Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai kekuatan politik, tetapi juga sebagai agen transformasi sosial, ekonomi, dan budaya. Sultan sebagai pemimpin politik dan religius mengarahkan masyarakat melalui penerapan hukum syariah dan nilai-nilai keagamaan. Ekonomi berbasis perdagangan menjadi salah satu faktor utama dalam memperkuat stabilitas kerajaan dan memperluas pengaruh politiknya. Dalam ranah sosial, Islam menciptakan sistem yang lebih inklusif, dengan memberikan peluang mobilitas sosial bagi individu melalui pendidikan dan perdagangan. Pengaruh Islam juga tampak dalam kebudayaan, khususnya seni arsitektur dan sastra, yang berperan dalam membentuk identitas Islam Nusantara yang plural dan unik.