Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terbaru dinilai masih memuat pasal-pasal kontroversi, pengesahan undang-undang ini dilakukan oleh Parlemen di tengah banyaknya masyarakat yang berunjuk rasa menolak RKUHP.
Pada Selasa (06/12/2022) undang-undang ini resmi disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-11, Ketua YLBHI Muhamad Isnur berpendapat RKUHP bisa mengancam kebebasan berdemokrasi.
Melansir dari JawaPos.com Isnur mengaku pihaknya manemukan banyak pasal bermasalah, dalam RKUHP sejak 30 November 2022 lalu.
Di depan Gedung DPR RI Jl. Gatot Subroto Jakarta Senin (05/12/2022) Isnur mengatakan RUU ini mengancam orang-orang yang bergerak untuk demonstrasi, orang-orang yang kritis terhadap pemerintahan, dan orang-orang yang berbeda pandangan, ia juga mengatakan suasan negei ini seolah kembali ke otoritarian, dan demokrasi mengalami kemunduran (regresi).
Dengan dalih semangat untuk melepaskan diri dari hukum Kolonial Belanda yang sudah lama diterapkan di Indonesia, Isnur menyatakan RKUHP ini justru kembali memuat pasal-pasal Kolonial.
Pasal Kolonial tersebut berupa delik aduan namun bisa mengancam kebebasan berdemokrasi, yakni mengenai penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden. Isnur memaparkan "sekarang misalnya aparat sudah bereaksi ketika ada misalnya penghinaan kepada Presiden, ada fans, ada banyak followers, kemudian karena merasa terhina dia bergerak."
Menista atau memfitnah Kepala Negara, menyerang kehormatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri, termasuk ke dalam Pasal 218 Penghinaan terhadap Presiden dengan ancaman hukuman 3 tahun penjara.
Bahkan perwakilan PBB di Indonesia turut menyatakan prihatin terhadap pengesahan beberapa pasal dalam revisi KUHP, PBB mengaku khawatir pasal-pasal dalam KUHP yang direvisi, bertentangan dengan kewajiban hukum internasional Indonesia terkait dengan prinsip dasar hak asasi manusia.
Mengutip dari BBC News Indonesia prinsip hak asasi manusia diantaranya adalah kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak atas privasi dan hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, hak atas kesetaraan di depan hukum dan perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi.
Beberapa pasal dapat mengkriminalisasi karya juurnalistik dan melanggar kebebasan pers, pasal lainnya mendiskriminasi perempuan, anak perempuan, anak laki-laki, dan minoritas seksual.