Lihat ke Halaman Asli

Di Penginapan Itu

Diperbarui: 25 Juni 2015   02:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Plak"

Kau tampar aku saat aku tak bisa berhenti berbicara bersama emosiku. Saat aku menguak kenanganmu bersamanya. Saat aku mencoba menyudutkanmu bersama kesalahanmu, yang kuharap menjadikanmu merasa bersalah.

"Tidak bisakah kau berhenti menyudutkanku mas."

Kau mulai menangis setelah kau menamparku. Terlihat wajah pasrah, seakan memintaku untuk tidak berkata-kata lagi tentangmu, tentangnya, dan tentang rasa sakitku.

"Aku tidak mungkin marah, jika saja hal ini tidak menyesakan dadaku, sayang..."

Suaraku mulai pelan, melihatmu menangis dan rasa sayangku padamu telah meluluhkan amarahku.

"Aku hanya coba jujur, menceritakan apa adanya, tanpa ada maksud apapun, supaya mas tahu, kalau aku memang tidak melakukan apa-apa dengannya. Aku hanya penasaran dengan dia. Ingin mengetahui perasaan dia sebenarnya padaku. Nyatanya dia memang tidak cinta denganku."

"Iya, begitu!!" Langsung kupotong kata-katanya. "Kalau saja dia ternyata cinta padamu, lalu apa yang terjadi denganku? Kau seenaknya saja melakukan itu, seakan kau tak memikirkan perasaanku. Kau temui dia, dimana kau tahu kalau kita jauh, kalau kita susah bertemu. Kau di Semarang, sedangkan aku di Purwokerto, dia di Jogja. Bagaimana aku tahu apa yang terjadi nanti, melihat kau kemarin itu, telah berani menemuinya. Siapa yang tahu, dan bagaimana aku bisa percaya, kalau hal itu tidak akan terulang lagi." Aku mulai lagi memojokkanmu dan mulai lagi memarahimu lagi.

Kau diam, aku pun bingung harus berkata-kata apa lagi. Kita terdiam sejenak. Angin malam di penginapan itu seakan tidak peduli dengan tembok kamar yang menutupi kita dari luar. Dingin menusuk-nusuk tubuh letihku, yang selama 6 jam lebih, kutempuh perjalanan dari Purwokerto ke semarang dengan sepedamotor tua ku. Di penginapan, tempat biasa kita menikmati imbalan rindu yang menyiksa kita selama beberapa minggu ini, malah kau ceritakan hal yang menyesakkan dadaku kini. Kau ceritakan jika kau menemui Nugroho di Jogja, seminggu yang lalu. Dan kau sesakkan lagi dadaku dengan kau ceritakan kau menginap di sana, bersamanya. Alasanmu karena waktu yang sudah malam, kau begitu saja mau menginap bersamanya.

"Mas, sumpah mas... Aku tidak melakukan apapun dengannya, bahkan aku menceritakanmu. Aku menangis saat ingat kau, walau aku bersamanya. Aku menangis karena aku merasa telah menghianatimu, mas..." Di sela-sela isak tangis mu kau seakan meyakinkanku dan mencoba meberiku ketenangan.

"Ya sudahlah, aku pergi saja, terserah kau mau pulang naik apa, ini aku masih ada uang untuk kau pulang besok. Naiklah angkot atau apapun untuk pulang besok. Malam ini aku mau pergi, dan kau tak usah tanyakan kemana aku pergi. Tak usah kau pikirkan aku mau apa." Tanpa menghiraukan tangisnya, aku bangkit dari bibir kasur, lalu aku pakai jaket dan mengambil kontak motor yang tergeletak di atas TV.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline