Bismillaahirrahmaanirrahiim
#15hariceritaenergi
Berbicara mengenai energi memang tidak ada habisnya. Permintaan yang tinggi dan mempengaruhi segala proses keberlangsungan hidup umat manusia, menjadikan energi sebagai salah satu kebutuhan pokok yang wajib ada secara berkelanjutan. Pemenuhan energi yang tidak merata dan timpang, akan mengganggu perkembangan suatu bangsa secara keseluruhan. Tak hanya dari segi ekonomi, tapi juga pendidikan, kesehatan, dan pelayanan publik lainnya.
Energi terbarukan menjadi masa depan yang cerah bagi keberlanjutan pasokan energi di negeri ini pada khusunya, dan pasokan energi global pada umumnya. Pada undang-undang energi No 30 tahun 2007, disebutkan dalam pasal 21 bahwa "Pemanfaatan energi baru dan terbarukan wajib ditingkatkan oleh Pemerintah dan Pemerintah daerah". Hal ini semestinya bisa menjadi dasar bagi pemerintah untuk terus meningkatkan pembangunan infrastruktur energi terbarukan.
Belum lagi amanat undang-undang energi Pasal 4 poin kedua menyatakan bahwa "Sumber daya energi baru dan sumber daya energi terbarukan diatur oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat". Poin ini diperjelas dengan poin selanjutnya yang menerangkan bahwa "Penguasaan dan pengaturan sumber daya energi oleh negara, diselenggarakan oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan".
Kebijakan Dewan Energi Nasional (DEN) yang merumuskan bauran energi terbarukan sebanyak 23% pada tahun 2025 sebenarnya sangat jauh di bawah target negara-negara maju. Saya menyebutnya sebagai target yang pesimis. Sebut saja Jerman, yang saat ini telah menggunakan energi terbarukan sebanyak 35% dari total suplai energi nasional. Bahkan pada pertengan Maret tahun ini, Jerman pernah mencapai 85% suplai energi terbarukan. Mereka juga berani mematok target ambisius sebesar 100% penggunaan energi terbarukan pada tahun 2050, di saat Indonesia hanya berani mentargetkan 31% saja.
Padahal, sumber daya energi terbarukan Indonesia sangat melimpah. Berdasarkan data dari Kementerian Sumber Daya Energi dan Mineral, Indonesia memiliki kapasitas mikrohidro dan minihidro sebanyak 19.385 MW, lalu energi panas bumi sebanyak 29.544 MW, energi laut mencapai 287.822 MW, bioenergi sebanyak 32.653 MW, energi angin sebanyak 60.647 MW, dan energi surya sebanyak 207.898 MW.
Berdasarkan data di atas, Energi surya yang biasanya diartikan sebagai Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), memiliki kapasitas kedua terbesar setelah energi laut. Besarnya daya kapasitas yang dimiliki oleh tenaga surya tersebut memberi peluang untuk Indonesia bisa mengejar ketertinggalan dengan negara-negara maju dalam bidang energi terbarukan serta optimis dalam mencapai target bauran energi yang telah ditetapkan pada RUEN. Karena jika dibandingkan dengan Jerman, sumber daya matahari kita jauh lebih mendukung. Sumber daya matahari di Jerman berkisar di angka 2.3 kWh/m2/day sedangkan kita memiliki sumber daya 4.8/kWh/m2/day. Jika Jerman bisa, semestinya kita juga bisa. Sangat bisa.
Seperti yang pernah saya tulis pada artikel sebelumnya (bisa diakses di sini Menilik Perkembangan Energi Tebarukan di Negara Maju), tenaga surya atau yang sering disebut sebagai solar panel, menduduki peringkat teratas untuk prosentase pemanfaatan energi terbarukan dibanding dengan jenis energi terbarukan lainnya seperti geothermal, wind power, bioenergi, dan sebagainya.
Hanya saja, sepertinya hal tersebut tidak berlaku di Indonesia. Karena untuk data saat ini, pemanfaatan energi terbarukan didominasi oleh pembangkit listrik tenaga air yang mencapai hampir 5.250 MW, dan tenaga surya masih berada di angka 72 MW.
Padahal sebenarnya tenaga surya memiliki potensi besar untuk lebih ditingkatkan lagi kapasitasnya. Terutama bagi Pemerintah Indonesia untuk mencapai target 23% energi terbarukan pada tahun 2025 bukanlah yang mudah karena saat ini saja target yang tercapai masih berkisar antara 5%-6%. Membutuhkan 17% lagi dalam jangka waktu 8 tahun.