Lihat ke Halaman Asli

Zarrah Shifa Mahdalivia

Seorang Mahasiswa Universitas Airlangga

Warna Kulit sebagai Pengukur Standar Kecantikan

Diperbarui: 17 Juni 2024   20:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

@tanyakanrl di aplikasi X

Sebagian besar masyarakat akan berpendapat bahwa kecantikan itu relatif. Namun, ucapan mereka tidak sesuai dengan tindakan yang dilakukan. Mereka cenderung memberikan perlakuan berbeda kepada seseorang yang memiliki perbedaan signifikan dengan penampilan mereka. Sebenarnya tidak ada yang salah jika seseorang memiliki preferensi tertentu dengan kecantikan. Hal yang memprihatinkan adalah ketika mereka merendahkan penampilan yang tidak sesuai dengan standar mereka.

Akhir-akhir ini, beredar panggilan "aura maghrib" di media sosial. Panggilan tersebut diasosiasikan dengan orang berkulit gelap atau sawo matang. Padahal, warna kulit yang berbeda-beda itu normal. Komentar yang bermunculan menandakan bahwa terdapat dekadensi moral pada pengguna media sosial. Tanpa memperhatikan perasaan orang lain, mereka melontarkan panggilan-panggilan yang menyinggung. Dalam kasus ini, "maghrib" yang seharusnya merupakan istilah dalam agama yang berkaitan dengan waktu ibadah umat Islam, malah dijadikan sebutan untuk merendahkan orang lain.

Isu rasisme dan diskriminasi ternyata masih melekat dengan rakyat Indonesia. Kulit putih dan halus lebih disegani daripada kulit yang lebih gelap dan bertekstur. Penyebabnya terjadi karena pengaruh media sosial yang menampilkan orang asing dengan penampilan yang jelas berbeda dengan orang Indonesia. Penampilan fisik itu dipengaruhi oleh kondisi suatu negara. Indonesia merupakan negara tropis yang menyebabkan bentuk fisik yang berbeda dengan negara yang memiliki empat musim. Namun, warga Indonesia belum cukup sadar mengenai fakta tersebut.

Orang dengan kulit yang lebih gelap seringkali dicibir karena dianggap tidak bisa merawat kulit dengan benar. Hal tersebut juga menjadi alasan untuk beberapa orang yang bergantung pada produk perawatan kulit. Produk dengan harga murah yang tidak jelas kandungannya sekalipun bisa menarik banyak konsumen. Dengan embel-embel memutihkan kulit, produk-produk tersebut bisa laku terjual. Para pembeli yang terpancing dengan produk tersebut sudah terpaku pada ekspektasi orang lain mengenai standar kecantikan.

Indonesia sendiri terdiri dari beberapa ras dan suku yang tersebar dengan lingkungan yang berbeda-beda. Warna kulit yang berbeda merupakan salah satu keberagaman dari warga Indonesia. Sayangnya, keberagaman tersebut kurang diperhatikan oleh masyarakat. Bukannya merasa bangga dengan perbedaan tersebut, warna kulit malah dijadikan ajang untuk menentukan siapa yang terlihat lebih cantik. Dibalik sebutannya sebagai salah satu negara dengan warga yang ramah, terdapat masalah yang seharusnya sudah lenyap di masa sekarang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline