Sumpah Karang Satio ialah sumpah pelantikan bagi "Pemangku Sko" (Kepala suku/klan) di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi saat penobatan gelar adat (penabahan gelar) atas seorang lelaki menjadi Depati/Ninik Mamak dalam suku/klan nya.
Adapun naskah Sumpah Karang Satio yang dibacakan saat penobatan Gelar Adat adalah :
SUMPAH KARANG SATIO
Megang ka anak buah anak kemenakan, ngan nepeh ka pagi nguhung ka petang. Ngan tau jengkun dingan paku, silang dingan salisih. Ngan tau uhang masuk uhang kalua, uhang datang uhang tibo, uhang datang nampak muko, uhang lahi nampak punggung.
Mengetahui uhang yuk uhang timpang, uhang ibuk balih rupo. Ngan tahu di hadits nabi dalil qur’an.
Diseru cepat tibo, diimbau cepat datang, diserayo cepat pgi. Jangan pulo bak kato uhang kini, pisau paraut ulunyo lentik, au cino belah dibelah, kalu paltut tuan jangan kno cdik, buat anak butino pecah belah. Lurus-lurus tuan kayo memakai, beruk dirimbo keno susu, anak dipangku kno buang. Kalu iyo kato ka iyo, kalu idak kato ka idak. Jangan pulo sko mlah manyan, sebelah ditating sebelah dipijak, gung gedang duo sigayo, titin gali dalam Nagari.
Kalu menimbang tuan mak samo berat, kalu mengukum mak samo adil. Jangan pulo snggam kiri snggam kanan. Kalu manimbag tuan idak samo berat, kalu mangukum idak samo adil. Batu hampa diateh kapalo,
Pedang tajam ditapak kaki, Kalateh idak bapucuk, Kabawah idak baurat, Ditengah digirik kumbang, Kalu kadarat idak dapat makan, Kalu karayie idak dapat minum, Kunyit ditanam putih isi, Padi ditanam lalang ngan tumbuh, Dimakan sumpah karang satio dingan simangkuk. Pdang lah patah, baliung lah sumbing,
taletak ditengah laman, lah disumpah lah dibimbing,
karang satio diansak jangan. Kalu diansak karang satio, lah rebah sikandang pampeh, lah tirampa sikandang bangun, mencit masuk makahung masuk, lah hilang luko bapampeh, lah hilang mati babangun, bah tiang panjang yang sebatang, kecut payung ungkeh mahkuto, blang kurik terendam belang. Burung pikau terbang kelangit, tibo dilangit bacarito. I
lang pisau timbul penyahit, padam tuah cilako tibo. Kecik umbak gedang umbank, kapa lalu kamaro sakai, adat idak agamo idak, mano mbuh anak batino selesai.
SUMPAH KARANG SATIO
Mengurus anak-anak dalam sukunya serta kemenakannya, di ibaratkan gembala yang melepaskan dipagi hari dan memasukkan kekandangnya di sore hari, orang yang mengerti tentang kebenaran dan kesalahan, orang yang mengetahui orang masuk kedalam sukunya dan orang yang keluar dari sukunya, orang datang orang tiba, orang datang menampakkan wajah, orang pergi menampakkan punggung.
Mengetahui orang berjalan lurus dan orang berjalan timpang, mengetahui orang laki-laki yang memenyerupai perempuan, dan orang perempuan menyerupai laki-laki, orang yang tahu di hadits nabi dan dalil Al-qur’an, di seru cepat sampai, di panggil cepat datang, di suruh cepat pergi.
Jangan seperti kata orang sekarang, Pisau peraut hulunya lentik, aur cina belah di belah, kalau bohong tuan jangan dicerdikkan orang, membuat anak butino pecah belah. Lurus-lurus tuan anda memakai (sko/gelar), beruk di rimba di susukan, anak di pangku di buang. Kalau ia katakan ia, kalau tidak katakan tidak. Jangan pula Sko membelah bambu, sebelah diangkat sebelah di injak, gong besar dua irama, titian pelit dalam negeri.
Kalau menimbang tuan, supaya sama berat, kalau menghukum agar sama adil. Jangan pula segenggam di tangan kiri segenggam di tangan kanan. Jikalau menimbang tuan tidak sama berat, kalau menghukum tidak seadilnya, Batu pipih diatas kepala, pedang tajam di telapak kaki, keatas tidak berpucuk, kebawah tidak berurat, di tengah di girik kumbang.
Kalau kedarat tidak dapat makan, kesungai tidak dapat minum, kunyit ditanam putih isinya, padi yang di tanam ilalang yang tumbuh, dimakan sumpah karang satio ngan simangkuk.
Pedang sudah patah, beliung telah sumbing
Terletak di halaman, sudah di sumpahi sudah dibimbing,
Karang satio di ansak jangan. Jikalau di ansak karang satio, rebah sekandang pampas, terhampar sekandang bangun, tikus masuk bengkarung masuk, sudah hilang luka berpampas, telah hilang mati babangun, rebah tiang panjang yang sebatang, kecut payung tanggal mahkota, belang kurik terendam belang.
Burung pikau terbang kelangit, tiba di langit bercerita. Hilang pisau timbul penjahit, padam tuah celaka tiba. Kecil ombak besar ombak, kapal berlayar ke Muara Sakai, adat tidak agama pun tidak, manalah mungkin anak batino akan selesai.
Naskah diatas memiliki arti yang sangat sakral, dimana seorang Pemangku Sko dituntut untuk berilmu pengetahuan dan ilmu agama yang baik, orang yang ramah terhadap semua orang, berkata senantiasa berisi nasehat dan petuah kepada anak buah anak kemenakannya, tidak boleh pilih kasih dan bersikap adil.
Adapun isi Sumpah Karang Satio kepada orang yang dilantik / di tabahkan gelarnya secara adat adalah :
- Dia harus mengurus anak-anak dan kemenakan didalam kalbu (suku/klan) tempat ia di nobatkan, mengetahui para kemenakan nya pergi kemana, sekolah dimana, kerja dimana, dan senantiasa menasehati para kemenakannya untuk arah yang lebih baik, di ibaratkan seperti gembala yang melepaskan di pagi hari dan menggiring pulang ke kandang di sore hari. Dia juga harus tahu kemenakannya yang telah menikah atau menetap di daerah lain, mngetahui orang yang datang merantau ke negerinya dan menumpang didalam sukunya, tahu akan perbedaan orang yang benar-benar perempuan dan benar-benar laki-laki (waria).
- Dia harus ikhlas, tahu ilmu agama dan ilmu pengetahuan, ketika di seru anak buah anak kemenakan dengan sehelai sirih sebuah pinang maka ia akan cepat tba, dipanggil cepat datang, di suruh untuk menyelesaikan suatu maksud maka ia akan pergi dengan cepat dan ikhlas. Jangan sampai ia mudah kena tipu oleh orang lain, sehingga anak buah anak kemenakannya di adu domba oleh orang lain. Jujurlah dalam menjunjung “Sko” jangan sampai seperti “Beruk di rimba yang kena susu, anak yang dipangku dibuang. Jangan sampai mengurus orang lain dengan baik, sementara anak buah anak kemenakan didalam sukunya di buang atau di sisihkan. Jikalau benar katakan benar jikalau salah katakan salah, jangan sampai seperti orang membelah bambu sebelah diangkat yang sebelah di injak.
- Ketika menimbang harus sama berat, ketika menghukum harus dengan adil, jikalau sampai ia berpihak pada salah satu kelompok/golongan berlaku saat menghukum tidak dengan adil, maka ia disumpahi “batu pipih diatas kepala yang siap untuk memukul kepalanya, pedang tajam di telapak kaki yang siap untuk memotong kakinya” Keatas tidak berpucuk yang berarti ia tidak berkepala, kebawah tidak berurat yang artinya dia tidak memiliki daya untuk melangkah, dan di tengah di girik kumbang berarti perutnya akan dimakan oleh binatang berbisa” kesialan akan senantiasa menghantui hidupnya jika selama memakai “sko” tidak berlaku adil dan benar, seperti ungkapan “Padi yang ditanam ilalang yang tumbuh” “Kunyit yang berwarna kuning, ketika ia menanamnya isinya menjadi putih”.
Dari sumpah karang satio diatas dapat diartikan bahwa seorang Kepala Suku didalam kalbu nya harus benar-benar bertindak dan berbuat sesuai tatanan norma agama dan norma adat yang berlaku.
Begitu besar tugas dan tanggung jawab seorang pemangku adat di tanah Kerinci, ia dituntut untuk menegakkan “Adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah”. Syara’ yang mengato Adat yang memakai”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H