Lihat ke Halaman Asli

Ibnu Sabil, Zaman Sekarang Masih Ada Ngga?

Diperbarui: 24 Juni 2015   23:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Simpelnya ibnu sabil itu ialah musafir seperti apa yang kita kenal, yaitu org yg sedang dalam perjalanan.
Tapi ibnu sabil dalam hal dia menerima zakat itu bukan sekedar melakukan perjalanan atau jadi musafir, tapi dia musafir yang sedang kehabisan bekal dan tidak bisa meneruskan perjalanannya.

Tapi memang ini diperdebatkan, apakah kalau orang yg dinegeri asalnya itu kaya, apakah dia masih bisa dapat jatah zakat?

Mazhab Maliki, dan Hanafi mengatakan tidak boleh. Musafir yg dapat zakat itu cuma musafir yg memang dia benar-benar kehabisan bekal dan dinegeri asalnya juga ia adalah orang yang tidak mampu dan masuk dalam kategori miskin. Nah kalo dia kaya (ini menurut maliki dan hanafi) dia harus meminjam, bukan menerima zakat. Sampai kalau tidak ada yg bisa meminjamkan barulah dia dapat zakat.(Hasyiyah Ibn 'abidin 2/343, Al-syarhu Al-Kabir Lid-Dardir 1/498)

Tapi ini berbeda dengan pendapat Mazhab Syafi'i dan Hambali. Musafir bagaimanapun kayanya dia dinegeri asalnya dia tetep berhak mendapatkan zakat ketika dia sudah kehabisan bekal. Karena bagaimanapun orang kaya yang dinegeri asalnya itu tetap dikatakan miskin ketika dia kehabisan bekal dalam perjalanan. Dan Al-quran pun tidak mengklasifikasi apakah Ibnu Sabil itu orang mampu di negeri asalnya atau tidak. Selama dia berpredikat sebagai Ibnu Sabil dan kehabisan bekal ya dia masuk dalam kategori penerima zakat. (Al-Majmu' 6/214)

Ada syarat bagi Ibnu Sabil itu agar dia masuk dalam kategori mendapat zakat:
‎​1. Dia muslim dan bukan ahlul bait (orang yang punya silsilah sampai kepada Nabi saw) karena keluarga Nabi sampai kapan pun haram menerima zakat.

2. Dia kehabisan bekal untuk meneruskan perjalanan.

3. Perjalanan bukan perjalanan maksiat. Tp tidak mesti juga perjalanan ibadah seperti haji atau menuntut ilmu atau bekerja. Boleh juga musafir perjalanan mubah, perjalanan yang bukan untuk ibadah tapi itu bukan untuk maksiat. Pokoknya selama perjalanan itu tidak untuk maksiat, dia dapat hak zakat.

4. Tidak ada pihak yg bisa meminjamkan bekal (ini syarat milik Hanafi dan Maliki, karena buat mereka seperti dijelaskan diatas, orang yang kaya/mampu dinegeri asalnya ketika melakukan perjalanan dan kehabisan bekal, dia tidak bisa mendapat zakat kecuali tidak ada yang meminjamkan)

IBNU SABIL ZAMAN SEKARANG
‎​Kalau dilihat syaratnya sih sepertinya sulit menemukan ibnu sabil yg mememenuhi syarat dapat zakat zaman sekarang. Karena zaman Nabi, para haji (tentu para haji yang berasal dari negeri jauh) itulah yang mendapat jatah zakat, karena mereka termasuk dalam kategori Ibnu Sabil.

Tapi kalau ditelisik lebih dalam (mengutip pernyataan pimpinan saya di RumahFiqih; Ust. Ahmad Sarwat), bahwa TKI itu sebenarnya bisa masuk dalam kategori ibnu sabil yang dapat jatah zakat. Tentu TKI yg kesusahan, yang lagi terlunta-lunta ngga jelas nasibnya, dapat kerjaan pun tidak ada kejelasan, toh mereka pun datang ke luar negeri dengan status yang tidak jelas. Pekerjaan tidak dapat, yang ada tinggal nunggu deportase dr polisi setempat.

Nah TKI yang begini mestinya dapat zakat, biar ngga terbengkalai. Setidaknya mereka ditolong untuk bisa kembali kerumahnya di tanah air. Karena bagaimanapun mereka itu dalam keadaan seperti ini, mereka bukan orang mukim (bertempat tinggal), mereka tetep musafir (Ibnu sabil), toh kan mereka ngga jelas dapat tempat tinggal atau tidak, karena mereka datang kesitu pun dengan modal nekat dibarengi niat mancari hidup!

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline