Lihat ke Halaman Asli

Zarir Aniqoh

Mahasiswa

Urgensi Undang-undang Tentang Perampsan Aset kasus Tindak Pidana Korupsi

Diperbarui: 3 April 2023   21:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tindak pidana korupsi merupakan suatu kejahatan yang dapat menyentuh berbagai kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideologi negara, perekonomian, keuangan negara, moral bangsa, disamping itu juga merupakan perilaku kejahatan yang sulit ditanggulangi. Kemudian meningkatnya Kemiskinan merupakan akar segala permasalahan bangsa dan menjadi penyebab utama terjadinya korupsi, Namun di Indonesia sendiri kemiskinan bukan menjadi alasan utama terjadinya kasus korupsi melainkan kegilaan terhadap harta atau sekedar iming-iming yang mengharuskan untuk menerima suatu suap berupa uang atau jabatan( membeli jabatan)

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendukung penuh keberadaan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset bagi koruptor. KPK mendukung RUU itu disahkan menjadi UU.D Tidak hanya itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemerintah sepakat memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2023. Terhitung sudah 10 (sepuluh) tahun RUU yang sangat dinantikan ini tidak kunjung dibahas DPR sejak diusulkan pada tahun 2012 lalu.

Sejumlah kalangan menilai RUU ini akan lebih efektif menjerat aset kriminal. Dimana, disatu sisi ini akan lebih cepat mengembalikan aset hasil kejahatan, sementara disisi lain akan lebih memberikan efek jera karena pelaku tidak lagi bisa menikmati hasil kejahatannya. Istilah yang sering kita dengar seperti “pemiskinan koruptor” dalam beberapa hal dapat diwujudkan melalui undang-undang ini.

Sebenarnya konsep menggugat aset koruptor secara perdata bukanlah hal yang baru di Indonesia. Pemerintah sudah memulai memperkenalkan upaya ini melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU TIPIKOR)

Menurut UU TIPIKOR, aparat penegak hukum (jaksa pengacara negara) atau 

instansi yang berwenang dapat menggugat aset koruptor secara perdata 

apabila telah terbukti adanya “kerugian negara”, dan: 

1. Tidak terdapat cukup bukti untuk membuktikan unsur-unsur pidana 

korupsi (putusan bebas tidak menghalangi upaya gugatan perdata);dan 

2. Tersangka meninggal dunia (menggugat ke ahli warisnya); dan 

3. Terdakwa meninggal dunia (menggugat ke ahli warisnya)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline