Lihat ke Halaman Asli

Revolusioner atau Idiot?

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

seminggu yang lalu dalam rangka memperingati hari sumpah pemuda , layar televisi tanah air dibanjiri dengan berbagai liputan demonsatrasi yang dilakukan pemuda di tanah air. beberapa tayangan diperlihatkan sejumlah tokoh mahasiswa yang melakukan orator,  untuk membakar semangat masa atas nama kemanusiaan, keadilan, dan kebenaran. namun ketika melihat orasi yang dilakukan oleh para demonstran ini, saya teringat para kaum sofis pada zaman socrates. mereka adalah para ahli retorika, orang-orang yang fasih berbicara.  mereka juga merupakan kaum relativis orang yang meyakini bahwa kebeanara bersifat realatif tergantung dari mana kita melihatnya. oleh karena itu tanggung jawab seorang orator adalah menciptakan ruang prespektif  agar para pendengar dapat melihat kebenaran dari sudut pandang sang orator. dengan demikian prespektif  kebenaran yang dikomunikasikan  meruapakan sebuah kebenaran subjektif si orator belaka, dan bukan kebenaran yang sesungguhnya.  memang prespektif orang lain dapat menjadi material untuk membangun sebuah wawasan dunia yang lebih komprehensif. namun takala prespektif ini kemudian ditelan bulat-bulat tanpa melalaui pencernaan yang kritis.  maka prespektif itu menjadi racun yang mematikan esensi manusia kita yaitu kebebasan.  diri kita terkolonialisasi oleh ide-ide sang orator dan ide-ide kita terjajah di kepala kita. kita menjadi zombie, makhluk  tanpa kehendak dan budak dari kehendak sang orator. syukur-syukur jika  orator adalah  yang  memiliki pencernaan dikepala,  tapi sayangnya para orator  yang sering dijumpai dalam demo-demo pasca reformasi. hanyalah kumpulan badut yang menelan mentah-mentah prespektif -prespektif dosen mereka, atau dari buku-buku bacaan ringan yang mereka peroleh ditempat penjualan buku bekas di dekat kampus.  dan yang lebih parah lagi  demonsatrasi dan orasi digunakan sebagai aktualisasi diri para orator, ia berorasi dengan meniru tokoh-tokoh idamannya mulai dari Che guavera sampai  Osama bin laden. setelah berorasi dia tidak perduli dengan bagaimana pengaruh sikap politiknya . melainkan bagaimana 'performa'nya  di atas podium ?! sedangkan para demonstran sibuk dengan menyesuaikan diri 'pendatang' baru di kepalanya.  jadi jika ingin berevolusi-ria tanyakan siapakah anda Revolusioner atau hanya seorang idiot !! Inlanders Indoensiers : "anda tak bisa membebaskan negeri ini dengan tangan terikat ..." Viva La Revolucion !!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline