"Acta est fabula, plaudite!" adalah kata-kata Kaisar Agustus yang berarti "Sandiwara telah berakhir, bertepuk tanganlah!" sebagai tanda bahwa sebuah pentas sandiwara telah berakhir.
Dalam politik tampaknya ucapan Kaisar Agustus itu bisa kita pakai untuk melihat bagaimana sebetulnya permainan politik itu tidak selalu selesai ketika permainannya selesai. Menjelang pilpres kita akan sering disuguhkan dengan sandiwara-sandiwara pembunuhan karakter (character assassination) yang berulang.
Apakah itu berakhir setelah pilpres selesai? Tidak! Selama masih ada demokrasi, selama masih ada pilpres pembunuhan karakter akan menjadi senjata utama untuk membantai lawan.
Prabowo Subianto selalu mengalami pembunuhan karakter setiap kali pilpres menjelang melalui isu-isu pelanggaran HAM yang didengungkan para pendengung (buzzer).
Sampai bosan kita lihat dan dengar para lawan politiknya, terutama melalui corong pendengung, menyerang Prabowo soal isu pelanggaran HAM.
Saya kira sejak pilpres 2009 ketika Prabowo menjadi cawapres Megawati Soekarnoputri, pilpres 2014 dan 2019, lalu sekarang menjelang pilpres 2024, mereka selalu omong bahwa Prabowo adalah pelanggar HAM.
Nyaris tidak ada kata-kata penutup acta est fabula, plaudite! di setiap penghabisan pilpres, tidak ada tepuk tangan penghabisan. Yang ada hanyalah menunggu momen yang tepat untuk kembali melakukan pembunuhan karakter, isu yang sama untuk orang yang sama dalam permainan yang sama.
Jujur saja isu pelanggaran HAM hanya omongan bukan sebagai fakta hukum, bukan pula fakta sejarah, ini hanya lagu lama yang selalu diputar kembali oleh para pendengung yang memang fungsinya berdengung.
Omongan bahwa pelanggaran HAM oleh Prabowo adalah isu harus bisa dibuktikan oleh negara, sejauh itu belum/tidak bisa dibuktikan, maka semua dengungan itu hanyalah isapan jempol.
Andaikata Prabowo adalah pelanggar HAM, menculik para aktivis mahasiswa, sebagaimana dituduhkan oleh lawan-lawan politiknya, seharusnya soal ini ditanggapi serius oleh negara. Faktanya, tidak pernah ditanggapi oleh negara secara serius.
Megawati pernah menjadi presiden RI dan tidak pernah mempersoalkan hal ini semasa dia berkuasa, malah menjadikan Prabowo sebagai cawapresnya ketika dia maju sebagai capres di pilpres 2009.