Lihat ke Halaman Asli

Bahasa yang Monotheis

Diperbarui: 25 Juli 2016   14:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memahami segala bahasa di dunia sama saja dengan memahami evolusi manusia itu sendiri. Bagaimana manusia yang mulanya terdiri dari satu suku bangsa kemudian terpecah-pecah menjadi beragam suku bangsa. Jika mulanya hanya ada satu jenis bola mata pada manusia---yakni mata dengan bola mata berwarna hitam---namun kemudian saat ini terdapat banyak karakter bola mata pada manusia: biru, perak, merah, kuning, dan lain-lain.

Kemudian Bagaimana Bahasa Inggris yang aslinya hanya ada di UK (Britania Raya) kemudian harus terbagi menjadi dua: bahasa Inggris versi Amerika, dan Bahasa Inggris versi asli (United Kingdom), dengan segala perbedaan-perbedaannya.

Bahasa Inggris sendiri dapat dipandang sebagai bahasa yang polytheis. Mungkin ini karena meniru budaya Celtic atau  Norse (penghunu awal kepulauan Britania) yang memandang bahwa Tuhan itu terbagi atas dua jenis kelamin yakni Wanita dan Laki-laki. Dewa penurun petir disebut dewa Thor dan darinya orang Inggris menamakan Thursday (hari selasa).  Kemudian dewi Frige yang merupakan dewi kesuburan dipinjam dalam menamakan hari jumat yang  dalam bahasa Inggris adalah Friday.

Kemudian bangsa Inggris mengadopsi budaya Kristen yang monotheis, yang memposisikan Tuhan sebagai entitas yang sama sekali berbeda dengan objek sehari-hari. Namun nasi sudah terlanjur jadi bubur, dan kita kemudian mendapati bahwa sebutan orang ketiga yang banyak didapati dalam kitab suci agama Kristen, biasanya  diterjemahkan ke dalam manifestasi  biner sebagai “He”. Contoh: He was with God in the beginning (John 1:2).

Dalam bahasa Sansekerta, yang merupakan nenek moyang bahasa Indonesia---kata “Indo” pada  Indonesia merujuk India (dataran Hindustan) demikian pula samudera Indonesia dulunya disebut samudera Hindia dan sampai saat ini di luar  Indonesia (lihat Indian Ocean di google)---terdapat tiga jenis sebutan gender, yakni laki-laki, perempuan, dan netral. Mungkin para penyusun bahasa sansekerta sudah memperhitungkan adanya objek yang sama sekali tidak ada pasangannya.

Sehingga tidak ada kerancuan dan kebingungan dalam merujuk objek tanpa gender yang sering muncul di kitab suci tersebut. Namun anehnya bahasa Arab sendiri menggunakan semantika berbeda, terdapat rijaal yang merujuk pada laki-laki tunggal dan ada pula rajulaan  yang merujuk dua laki-laki. Terdapat bentuk dual pada bahasa arab!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline