Lihat ke Halaman Asli

Achmad Fauzan Syaikhoni

Mahasiswa IAIN Kediri

Mengenal Pertanyaan Kritis dan Berbobot Bersama Immanuel Kant

Diperbarui: 17 Agustus 2022   18:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi kalangan mahasiswa atau pelajar, sudah pasti kita kerap mendengar istilah, "pertanyaan kritis dan berbobot". Entah itu dilihat dari pertanyaan yang susunan diksinya njelimet sehingga terkesan kristis dan berbobot, ataupun ketika pertanyaannya memang terlihat tajam, teliti, dan penting untuk dijadikan sebuah pembahasan.

Tapi, sebagian dari kita mungkin belum paham betul, apa yang dimaksud pertanyaan kritis dan berbobot itu? Wes, pokoknya kalau ada yang bertanya dengan susunan kalimat yang hiperbolik, atau ketika kita terkagum-kagum dengan sebuah pertanyaan karena sebelumnya pertanyaan itu belum kita temui, kita langsung menjustifikasi, bahwa itu adalah pertanyaan kritis dan berbobot.

Tak ada yang salah dengan anggapan itu. Namun, ada baiknya kalau kita juga mengetahui teori atau karakteristik pertanyaan kritis dan berbobot itu secara gamblang, syukur-syukur bisa kita pakai untuk bertanya di kegiatan diskursus yang akan datang, kan? Jadi, kita nggak hanya terkagum-kagum dengan pertanyaan kritis, atau malah menstigmatisasi orang yang bertanya secara kritis dan berbobot itu sebagai personal orang yang sok-sok an dan flexing.

                                                                                                                                  pexels

Sependek pengetahuan saya, per-hari ini belum ada pembahasan yang benar-benar saya tangkap sebagai topik yang secara eksplisit menjelaskan tentang cara membuat pertanyaan kritis dan berbobot. Ya, ada, sih, sebagian yang saya temui di google, YouTube, TikTok, Instagram, seperti misalnya gagasan: Pertanyaan kritis itu diawali dengan 'mengapa', pertanyaan kritis itu tentang bagaimana kita menghubungkan pertanyaan realitas sehari-hari dengan materi yang sedang dibahas.

Tetapi, semua itu menurut saya masih bersifat pragmatis. Sebab, kalau pertanyaan kritis dan berbobot ditandai dengan adanya diksi 'mengapa', maka kita hanya sekadar mengetahui alasan dari sebuah materi itu dijelaskan, bukan mengetahui kekuatan dari ekistensi materi itu sendiri. Begitupun dengan menghubungkan pertanyaan realitas dengan materi, itu nanti kita hanya sebatas mengetahui apa yang kita ketahui, bukan apa yang tidak ketahui. Dari sini, mungkin kalian akan sedikit bingung, mengapa saya berpendapat demikian.

Sebelum mengetahui cara bertanya kritis dan berbobot, kita harus tahu dulu, apa itu yang dimaksud pertanyaan kritis dan berbobot. Secara sederhana, kritis berasal dari filsafat kritisisme yang dicetuskan oleh filsuf paling masyhur dari Jerman, yaitu Immanuel Kant. Kant menjelaskan bahwa dalam kritisismenya adalah upaya mengetahui batasan-batasan dari sebuah rasio pengetahuan. Untuk perihal 'berbobot', itu subjektivitas, tergantung pemaknaan seseorang terhadap sebuah pertanyaan. Supaya lebih gampangnya, 'berbobot' kita maknai saja sebagai hasil dari kritisisme. Jadi, pertanyaan kritis dan berbobot adalah pertanyaan yang menguji sebuah pengetahuan terkait sampai mana batas dari rasio akan pengetahuan itu sendiri.

Pertanyaan kritis sudah pasti berhubungan dengan yang namanya "pengetahuan". Dalam kajian epistemology umum, pengertian pengetahuan bukanlah sebatas, "sesuatu yang sudah kita ketahui". Ada urutan-urutan tertentu yang harus kita capai sehingga bisa tiba pada 'pengetahuan'. 

Pengetahuan itu sendiri terdiri dari data dan informasi. Data adalah komponen, dan informasi adalah keterhubungan antar komponen. Sebagai contoh: Aku dan Kamu=dua komponen, aku dan kamu sebagai dua orang yang menjalin hubungan pacaran=informasi. Nah, urutan dari aku, kamu, dan hubungan pacaran akan jadi 'pengetahuan', bila dijelaskan dengan dasar argumentasi. Jadi, misalnya: Hubungan pacaran adalah simulasi hubungan romansa sebelum ke jenjang pernikahan, karena pacaran menghasilkan kegiatan manajemen antar dua pribadi yang berbeda, namun memiliki satu tujuan yang sama. Inilah yang dimaksud pengetahuan.

Selanjutnya, bagaimana bertanya secara kritis dan berbobot?

Sejauh ini, saya sebagai mahasiswa, ketika mengupayakan untuk bertanya secara kritis dan berbobot itu berdasarkan 3 hal, yakni reinterpretasi materi, latar belakang, dan dilanjutkan dengan kata tanya 5 W 1H. Disposisi tersebut merupakan preferensi saya terhadap epistemology kristisisme Immanuel Kant. Tenang, jangan bingung dulu, ikuti penjelasan saya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline