Lihat ke Halaman Asli

Cherry Blossom

Diperbarui: 4 April 2016   14:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ilustrasi : dokumen pribadi"][/caption]Gemeretak lirih suara tarikan koper masih mendominasi pendengaranku, diantara tenangnya suara aliran sungai dengan bebatuan yang menghiasi tepiannya itu. Kurasakan kembali hembusan angin yang sudah lama tak kujumpai selama setahun ini, kutinggalkan untuk kembali ke tanah dimana aku dilahirkan dan bertempat selamanya.
       

Kubidikkan mataku kedepan, mengarah pada deretan pohon cherry blossom yang berdiri anggun di kedua sisi jalan tempatku manapakkan kaki. Serpihan-serpihan bunganya yang terbang tertiup angin sesekali menyapaku, hinggap di pundak dan rambut panjangku. Bunga merah muda, langit biru, sungai jernih dengan tanah coklat muda di dasarnya. Warna-warna pastel yang Tuhan kombinasikan di musim semi ini terlukis indah di pikiranku, bersama kenanganku, dan dirinya dahulu….

Juni 2002, Jakarta

       Di bawah pohon mangga yang rimbun tak berbuah, aku dan Dimas menyandarkan diri di masing-masing sisi batang besarnya. Lelah kami setelah bermain hilang begitu saja setelah menghirup sepoi angin yang dikibas lembut oleh daun-daun hijau tuanya. Hanya kebiasaan sederhana yang selalu kami lakukan setiap hari selepas pulang sekolah inilah yang begitu menghiasi masa kecilku.
       

Aku menyibakkan rambut tipis yang sebagian menutupi mataku. Kulihat Dimas sudah beranjak lagi dari duduknya dan mengarah pada sebuah kotak biola yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi. Aku ingin jadi pemain biola, katanya setiap saat.
      

 Dengan hati-hati, dia mengambil biola itu dan mengusapnya beberapa kali.
      

 “Ran, kebetulan banget aku baru aja diajarin ibu lagu bertema musim semi. Mau dengerin, nggak? sambil bayangin pohon ini pohon sakura kesukaanmu, Ran,” katanya kemudian, sambil menunjuk pohon mangga yang masih kusandari ini.
     

   "Cherry blossom, Dimas…,” koreksiku.
        “Sama aja…,” sahutnya lagi
        “Beda dong, kalau bilangnya sakura berarti kan cuma di Jepang. Cherry blossom  ada di Jepang, China, Korea, Eropa, sampai Amerika,” sahutku lagi tak mau kalah.
      

  Dimas mengangguk-angguk mengalah, lalu tersenyum lebar menunjukkan deretan gigi serinya yang baru selesai tumbuh itu sambil mengacungkan telunjuknya seolah baru saja mendapat sebuah ide cemerlang.
        “Kalau udah besar nanti, kita mesti kesana, Ran.”
        “Kemana?” tanyaku belum paham.
        “Ke tempat yang ada cherry blossomnya. Dulu-duluan…. Yang paling dulu bisa bawa bunga itu kesini dia yang menang,” usulnya, sambil masih berimajinasi. “Oiya, tunggu.” Dimas melangkah lagi menuju tas ranselnya mengambil botol minum mungil miliknya dan secarik kertas berwarna kuning. “Ntar ditulis disini, cherry blossom mana yang kamu dapat,” lanjutnya lagi bersemangat.
        Aku pun tertarik dan mengangguk setuju. “Oke, siapa takut!” sahutku yakin. “Yang menang dapet apa?”
        “Hmm… dapet satu kupon permintaan,” lanjut Dimas setelah beberapa saat berpikir.
        Didalam tanah tepat dibawah pohon mangga itupun kami menyimpan botol berisi kertas yang harus diisi suatu saat nanti.

April 2015, Busan

“Dimaass… pelan-pelan! Awas nanti nabrak orang!!!”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline