Indonesia Open yang diikuti oleh banyak pebulutangkis papan atas dunia secara resmi dibuka pada hari Selasa kemaren dengan mengambil tempat di Istora Senayan.
Bagi para pebulutangkis dari negara lain, bertanding di Indonesia Open (selain Indonesia Master) selalu menjadi hal yang ditunggu-tunggu. Bagaimana tidak, atmosfer yang tercipta oleh para suporter tuan rumah dianggap sebagai hal yang tidak biasa, hal yang dianggap luar biasa oleh pebulutangkis negara lain.
Jika dibandingkan dengan pergelaran World Tour atau kompetisi selevel yang diselenggarakan di negara lain, untuk mendapatkan antusiasme penonton sejak hari pertama sangatlah sulit, apalagi jika hari pelaksanaannya bertepatan dengan hari dan jam kerja. Tapi hal itu tidak berlaku di Indonesia.
Herttrich, pebulutangkis ganda putri asal Jerman mengatakan pada BWF "kami mendengar dari pemain lain bahwa turnamen di Indonesia sangat istimewa, namun ketika kami sampai disini, ini adalah hal yang luar biasa. Sekarang hari selasa jam 9 pagi dan mereka sudah sangat antusias. Saya berharap ada lebih banyak turnamen seperti ini."
Hal yang sangat wajar karena badminton adalah salah satu olahraga favorit di tanah air selain sepakbola. Badminton adalah cabang olahraga pertama dan yang secara konsisten terus mengharumkan nama Indonesia di berbagai event olahraga dunia terutama Olimpiade.
Banyak pemain-pemain Indonesia dari cabang olahraga ini yang namanya mendunia seperti Rudy Hartono, Liem Swie King, Christian Hadinata, Susi Susanti, Rexy Mainaky/Ricky Soebagja, Taufik Hidayat, dan masih banyak lagi yang lainnya. Bahkan salah satu kejuaraan badminton diambil dari nama putra bangsa pendiri BPSI, Dick Sudirman.
Jadi sangat wajar jika antusiasme penonton di Indonesia sangatlah tinggi. Jika boleh dibandingkan dengan sepakbola di Inggris yang selalu disebut sebagai 'the home of football', maka bolehlah Indonesia dijuluki sebagai 'home of badminton'.
"Dari segi atmosfer, ini adalah turnamen paling istimewa di dunia, sungguh menakjubkan bagi kami para pemain untuk merasakan atmosfer ini dan dukungan yang kami dapatkan di sini, tidak seperti tempat lain di dunia. Saya tidak tahu berapa banyak peluang yang akan saya dapatkan, tetapi saya berusaha sebaik mungkin untuk benar-benar menikmati ketika saya bermain di sini. Saya menyebutnya 'home of badminton', ini adalah tempat yang sangat istimewa untuk bermain." Ucap Hans-Kristian Vittinghus, pebulutangkis asal Denmark seperti dikutip dari BWF.
Meskipun dijuluki 'home of badminton', namun nasib pemain Indonesia pada turnamen ini bisa dibilang cukup menyedihkan. Dalam sepuluh tahun terakhir atau tepatnya sejak tahun 2009, hanya ada 4 pemain/pasangan Indonesia yang bisa menjadi juara. Simon Santoso di cabang tunggal putra tahun 2012, ganda putra Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan di tahun 2013 dan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya di tahun 2018 serta Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir di ganda campuran tahun 2017 dan 2018.
Bahkan untuk cabang tunggal putri dan ganda putri, Indonesia selalu puasa gelar sejak sepuluh tahun terakhir. Ganda putri terakhir dikuasai Indonesia pada tahun 2008 melalui pasangan Vita Marissa/Liliyana Natsir, sedangkan untuk tunggal putri, terakhir pemain Indonesia yang keluar sebagai juara dinomor tersebut adalah Ellen Angelina pada tahun 2001 atau 18 tahun yang lalu, itupun karena pebulutangkis asal China dan Korea tidak ikut serta.