Lihat ke Halaman Asli

Efektifkan Meredam Rupiah ?

Diperbarui: 24 Juni 2015   08:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada hari ini, Presiden mengumumkan paket kebijakan ekonomi untuk meredam pelemahan Rupiah yang sempat menembus pada level Rp 11.000,-. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah paket kebijakan ekonomi tersebut efektif untuk meredam penguatan dollar Amerika terhadap Rupiah ?. Saya ingin mencoba menganalisa (sesuai kapasitas dan kemampuan saya) apakah pelemahan Rupiah ini akan terus menghantui Indonesia sehingga membuat ekonomi kalang kabut.

Ada beberapa faktor kenapa Rupiah menunjukkan pelemahan dan tidak mampu stabil untuk waktu yang lama dan mampu memberikan kesejahteraan untuk rakyat Indonesia, yaitu :


  1. Sebenarnya tingkat konsumsi di negeri ini sangatlah tinggi. Tingkat konsumsi tinggi yang seharusnya mampu untuk menggerakkan ekonomi dan mampu memberikan kesejahteraan. Tetapi kita lupa bahwa retail sales dan consumer goods sales kita banyak di topang oleh barang yang selalu diimpor. Pemerintah sama sekali tidak mempunyai keseriusan untuk menggerakkan potensi dalam negeri untuk meredam impor berbagai barang konsumsi. Derasnya barang impor yang masuk baik berupa bahan baku maupun barang jadi mengakibatkan defisitnya neraca pembayaran luar negeri yang mengakibatkan melonjaknya permintaan dollar untuk pembayaran impor. Pemerintah seharusnya menggerakkan perbankan untuk mengucurkan kredit di sektor produktif sehingga akan ada multiplyer effect bagi perekonomian.
  2. Merumuskan tulang punggung energi dan minyak untuk ketersediaan di dalam negeri. Selama ini, Pemerintah tidak mempunyai blue print yang jelas tentang kebijakan minyak, gas dan energi. Import minyak dan gas di lakukan melalui trader dan tidak berdasarkan Goverment to Goverment (G to G). Dengan skema G to G untuk pengadaan minyak langsung dari negara produsen, maka pemerintah dapat mengerem permintaan dollar sebagai pembayaran dan juga di untungkan dengan tingkat harga serta ketersediaan.
  3. Ekonomi Biaya Tinggi. Seperti kita ketahui, banyak menyebabkan ekonomi biaya tinggi di Indonesia sehingga mengganggu dunia usaha. Insfrastruktur jalan, bandara, pelabuhan yang tidak baik mengakibatkan distribusi dan jasa menjadi mahal. Belum lagi ribetnya birokrasi yang merupakan tantangan perizinan untuk membuka usaha. Infrastruktur yang begitu jelek menghasilkan ekonomi biaya tinggi yang berakibat pada tingginya harga barang dan jasa yang memberikan kontribusi pada inflasi.
  4. Membuka hubungan dagang baru dengan berbagai negara. Selama ini pasar yang kita ketahui hanyalah Eropa dan Amerika sebagai pasar terbesar. Kita melupakan bangsa Timur Tengah dan lainnya serta tidak menjalin hubungan dagang dengan lebih intensif untuk meningkatkan ekspor kita.
  5. Menata blue print pangan yang jelas untuk ketersediaan pangan. Selama ini kita di kenal sebagai negara yang subur tetapi kenyataan yang di hasilkan adalah begitu banyaknya bahan pangan yang kita impor.
  6. Memperluas kredit usaha. Kredit usaha baik kecil, menengah maupun besar akan menggerakkan perekonomian dan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang rill.


Masih banyak factor yang menyebabkan pelemahan rupiah terhadap dollar.  Untuk membuat rupiah kuat dan mampu stabil, haruslah Indonesia mandiri untuk menjamin ketersediaan bahan baku dan bahan pangan dengan meningkatkan infrastruktur yang kuat dan jelas. Mencegah rupiah lemah terhadap mata uang lain, tidak dapat di lakukan dalam waktu yang singkat, karena di butuhkan blue print yang jelas kemana arah pembangunan bangsa ini (dan selama ini sepertinya di abaikan). Jika tidak mampu mandiri dalam bidang bahan baku, bahan pangan, dan blue print energi yang jelas, sangatlah sulit untuk mengharapkan stabilnya rupiah.

Salam....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline