Lihat ke Halaman Asli

Ahok, Konstitusi dan Kedaulatan Negara

Diperbarui: 24 Juni 2015   09:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13755395631823869215

Sumber : www.kompas.com

Dalam beberapa hari ini, kita disuguhi berita tentang premanisme di tanah abang dan juga perseteruan antara Ahok (Pemprov DKI) dengan H. Abraham Lunggana (H. Lulung). Saya tidak ingin mengomentari tentang perseteruan yang keras maupun demo orang yang menamakan diri sebagai RAJJAM (Rakyat Jakarta Jahit Mulut) Ahok. Ada pelajaran yang lebih penting menurut saya yang telah di ajarkan oleh ahok kepada kita sebagai seorang warga negara Indonesia yang berdaulat dan merdeka. Dalam beberapa kesempatan, ahok menjelaskan tentang ketidak takutannya akan kematian selama Beliau memegang konstitusi. Pernyataan itu Beliau buktikan secara benderang dalam kasus ini (Tanah Abang). Sebagai pejabat publik dengan jabatan Wakil Gubernur, Beliau sadar bahwa Negara tidak boleh kalah dengan preman dan kalah dalam penegakan aturan perda maupun Undang Undang. Dalam video yang di upload oleh Pemprov DKI tanggal 31 Juli 2013 perihal Rapat Penanggulangan Kemacetan, tergambar jelas bahwa Ahok berani menghadapi pendemo tersebut di karenakan Beliau merepresentasikan diri sebagai Pemerintah dalam menegakkan Undang Undang. Hal ini dapat kita baca bahwa sebagai pejabat publik, Beliau tidak takut untuk menghadapi kematian selama menegakkan Undang Undang (baca Konstitusi ) dan pengambilan keputusan tersebut bukan sebagai Ahok pribadi. Karena setiap keputusan yang di ambil bersama Jokowi (Gubernur DKI), maka respresentasi yang Beliau wakili adalah sebagai Pemerintah yang tidak boleh kalah oleh tekanan dari pihak manapun selama UU dijalankan dengan benar dan konstitusi di tegakkan. Ada banyak kasus di Negeri ini yang bahkan Kedaulatan dan konstitusi kita di injak injak oleh segelintir orang demi kepentingannya pribadi. Saya masih ingat, bagaimana lemahnya kedaulatan kita sebagai sebuah negara, ketika aparat bea cukai di Riau di tukar dengan maling nelayan Malaysia, demi kepentingan ekonomi yang jika di bandingkan dengan harga diri tidaklah seberapa. Kenapa Kedaulatan kita di tukar oleh Nelayan Malaysia yang telah melanggar perbatasan yang mereprentasikan sebagai batas kedaulatan Negara Saya masih ingat tentang pelajaran sejarah tentang perkataan Bung Karno, "Saya cinta damai, tapi saya lebih cinta Kemerdekaan".  Kita juga ingat perkataan bahwa Bung Karno pernah berkata "Perjuangan kami lebih mudah karena melawan orang asing, Perjuangan kalian lebih sulit karena melawan orang Indonesia sendiri". Aparat hukum dan Pemerintah adalah perpanjangan tangan untuk menegakkan konstitusi bukan malah menginjak konstitusi bahkan harga diri. Ahok telah mengajarkan kepada kita tentang nilai kedaulatan kita sebagai sebuah negara yang berdasarkan hukum dan konstitusi, juga Pemerintah yang siap mati untuk menegakkannya. Yang menjadi pertannyaan sekarang adalah, mampukah aparat hukum kita menegakkan aturan dengan setegak tegaknya dengan pertimbangan hukum di atas kepala semua individu. Masihkah negara kalah dengan ormas maupun preman ? Saya mencoba bermimpi, merdeka dan berdaulat adalah ketika Pemerintah mempunyai wibawa karena hukum tidak di injak dan di perjual belikan. Aparat Hukum bukan sebagai alat kekuasaan dan berjalan karena sebagai perpanjangan tangan sebuah Negara yang berdaulat. Tapi harapan itu ada di DKI Jakarta, walaupun bukan dari pucuk tertinggi Negara ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline