laju sepeda kumbang di jalan berlubang
cerita dulu pada waktu jaman perang
Anak-anak muda berhimpun. Tak perlu serumpun. Gubuk tua bertiang kayu menopang dinding berbahan bambu. Pengganti surau dan langgar yang terbakar.
Tak ada meja atau bangku. Cukup membawa telinga mendengar petuah tuan guru. Duduk membisu, berlingkar mereguk ilmu.
"Kenapa Kalian berkumpul?"
"Tanpa judul, Tuan!"
"Bubar! Sebentar lagi jam malam!"
Sirene mengaung di kegelapan. Anak-anak muda menghilang seperti bayangan. Tanah sempit di halaman belakang menjadi tujuan. Pengganti taman untuk teman sepermainan.
Pukulan demi pukulan. Tendangan demi tendangan. Tangkisan dan teriakan menyatu di kesunyian. Keremangan cahaya bulan adalah pedoman
"Kalian belajar apa?"
"Mengaji dan menari, Guru!"
"Bagus! Tetaplah begitu"
"Baik, Guru. Kami akan bungkam."
Laju sepeda kumbang tak lagi di jalan
Bukan karena hujan, tetapi berpindah tangan
Anak-anak muda berlari kencang, menyusup dari garis belakang. Menghimpun catatan menatap sasaran: Dua penjaga bersenjata di timur. Tiga penjaga bersenjata di barat. Di utara gudang senjata. Di selatan gudang makanan.
"Apa yang kalian dapatkan?"
"Ini, Guru!"
"Bagus!"
"Tapi, sepeda Guru tak kelihatan."