Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Menakar Logika dan Imajinasi dalam Ungkapan "Gua Anak IPA, Lu IPS, Ya?"

Diperbarui: 14 Juli 2021   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Dadu dan Rubiks (sumber gambar: pixabay.com)

"Logic will get you from A to Z; imagination will get you everywhere." [Albert Einstein]

Secara kelirumologi, kuterjemahkan ungkapan peraih Nobel Fisika tahun 1921 itu dengan kalimat: Logika akan membawamu dari A ke Z; Imajinasi akan membawamu ke manapun.

Kemudian, secara kiramologi, kuduga Einsten telah menyaksikan pertengkaran antara logika dan imajinasi, sehingga melahirkan Teori Relativitas yang mashsyur itu, serta dianggap sebagai pijakan awal Teori Kuantum era milenial.

Aku tak memiliki kemampuan menjelaskan Ilmu ajaib Einstein tersebut. Namun, mencoba memaknai ungkapan di atas, sebagai "Poros Tengah" dari dua kutub dunia pendidikan di Indonesia.

Semisal ungkapan, "Gue Anak IPA. Lu IPS, ya? Hahaha..."

Ilustrasi sketsa lukisan (sumber gambar: pixabay.com)

Logika versus Imajinasi dan Kurikulum

Sejak aku masih sekolah, hingga sekarang menjadi seorang ayah. Perdebatan penuh gengsi tentang Anak IPA atau Anak IPS itu masih berlanjut. Dan, itu pun dialami anak sulungku, ketika harus menjejaki kelas 10 di Sekolah Menengah Atas.

Mungkin saja situasi yang nyaris sama, karena saat ini, sedang masa Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) juga dialami banyak orangtua. Karena jika ikut campur menentukan jurusan, khawatir tak sesuai kemampuan. Bila membiarkan anak menentukan pilihan, jejangan tak sesuai harapan. Hiks...

Dua tahun lalu, kusaksikan sulungku kesulitan memutuskan jurusan. Banyak saran dan masukan yang diterima, bukannya menghadirkan keyakinan. Malah menambah keraguan.

Gawatnya, ukuran saat mendaftar adalah nilai mata pelajaran yang diujikan pada Ujian Nasional (UN). Sialnya, mata pelajaran itu adalah Matematika, IPA, dan Bahasa Indonesia.

Ada ungkapan provokatif dari sebagian pelaku dan pengamat dunia pendidikan. Bahwa, sistem pendidikan di Indonesia, khususnya jika berpijak pada kurikulum, adalah menciptakan dan melahirkan "Kelas Pekerja" bukan "Kelas Pemikir".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline