Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Puisi: Isyarat Penantian

Diperbarui: 30 April 2021   04:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi perempuan dan pintu (sumber gambar: pixabay.com)

Seorang perempuan muda terburu pulang pagi. Berharap cerita dini hari sekadar mimpi. Tak lagi ada aroma wangi usai jejak malam berkelahi. Tersisa sepasang mata hampa penghias wajah pasi. Ia baru saja berkisah padaku. Tentangmu.

"Aku harus sembunyi!" Bisikmu.

Dua kaki lelaki tua itu tertatih. Terlatih melupakan rasa letih. Menguji masa lalu selalu berujung pilu. Mengeja masa depan bukan isyarat sebuah penantian. Ia berharap pada satu titipan pesan kepadaku. Mencarimu.

"Aku tak akan kembali!" Pesanmu.

Di jalanan. Seorang anak kecil, terpenjara tubuh dekil. Berlarian, memburu lalulalang kendaraan. Berharap senyuman bukanlah pengganti sapaan. Terdengar tadi ia bernyanyi, esok kau pasti kembali.

"Aku pergi!" Ujarmu.

Kau diam, tak lagi bergumam. Aku terhenti di pintu sepi. Kau berpaling, kemudian menghilang!

Haruskah kuhadapi?

Tanyaku tersekat semak berduri. Seperti mereka, aku belajar mengerti. Tak ada alasan membenci. Ketika harapan satu-persatu pergi.

Curup, 30.04.2021
zaldy chan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline