"Ayah belum nulis? Hari ini, temanya apa?"
"Bukber virtual, Nakdis! Bingung, tah?"
"Gak, lah! Buka bersama tak harus makan bersama, kan?"
Semua anakku tahu, sejak Ramadan, usai magrib sudah menjadi kebiasaanku untuk menulis. Nah, gegara belum melihat tanda-tanda untuk mulai menulis, Anak gadisku ajukan pertanyaan seperti percakapan di atas.
Tuing! Setelah mendengar celetukan anak gadisku, di akhir percakapan itu. Aku jadi punya bahan untuk menulis sesuai tema hari ini. Eureka!
Aku tulis, ya?
Sejak Korona, Tradisi Bukber Tak Lagi Sama
Ramadan tak hanya bulan penuh berkah yang menjadi ajang perlombaan menimba kebaikan. Namun, momentum Ramadan juga akrab dengan beragam tradisi yang unik bahkan istimewa.
Sebelum Ramadan, di kampungku ada tradisi ziarah ke kuburan sanak keluarga terdekat, Manjalang atau berkunjung ke rumah para tetua untuk meminta maaf, hingga Mandi Basamo sebagai simbol mensucikan diri untuk menyambut Bulan nan suci.
Pada saat Ramadan, lebih banyak lagi tradisi yang bisa ditemukan. Patrol Keliling kampong untuk membangunkan orang sahur, Ngabuburit yang dianggap cara santuy menunggu waktu berbuka. Hingga tradisi Buka Bersama yang biasa disingkat Bukber.
Jika ngabuburit lebih dianggap sebagai tradisi generasi milenial. Maka, kegiatan Bukber tak pandang usia! Siapapun bisa ikut terlibat. Bahkan yang tidak berpuasa. Sing penting ngumpul! Iya, kan?