I/.
Aku membawa senyummu keluar dari pintu. Tapi tak mampu melupakan barisan tanggal yang tertinggal di ruang tamu. Kau mengingat wajahku di balik pintu. Dan terpaksa mengeja deretan angka yang tersisa di saku baju.
Kemarin, malam berbicara. "Bulan tampak semakin tua."
Tak sengaja, akupun mengajak angka-angka di kepala. Membiarkan Ia meliuk gesit di antara tanggal-tanggal yang tertinggal. Membujuk utuh, jika langit esok tak akan runtuh.
II/.
Kau menggenggam jemariku di pintu resah. Melihat anak-anak hari berlari mencari salah dan masalah. Aku menitip tawa dalam gundah. Menyimpan gelisah, agar tak bertambah parah.
Kepada subuh, bulan sering berpesan. "Butuh penunda yang menyangga tua."
Kepalaku mengulang angka-angka. Menyaksikan Ia melewati pintu rumah, dan mengabaikan kursi tamu. Melangkahi alat-alat dapur yang tertidur, dan terhenti di juntaian pakaian yang terjemur. Basah. Seperti untaian air mata.
III/.
Aku menatap senja yang terdiam. Kau menitip isyarat diam-diam.
"Bulan hanya mengerti tunggak. Bukan tonggak!"
Aku terdiam mengusik tanggal-tanggal yang tertinggal. Kau diam-diam mengusir tanggal-tanggal yang janggal.
IV/.
Langit kelam meraung kencang. Meredam bulan setengah tiang.
Curup, 05.05.2021
zaldy chan