Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Puisi: Menunggu Pelangi

Diperbarui: 18 Januari 2021   20:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi lelaki dan puing bangunan akibat gempa (sumber gambar: pixabay.com)

Lelaki itu berdiri di tengah sekelompok anak-anak. Mereka berlarian menghitung titik-titik hujan. Menengadahkan wajah, menikmati sentuhan alam.

"Apa yang kalian tunggu sesudah hujan?"
"Pelangi!"

Lelaki itu tersenyum. Mengusap kepala setiap anak. Sesaat ia menatap langit. Berharap, tak pernah lagi ada rasa sakit.

Lelaki itu duduk di antara anak-anak. Mereka menatap langit kemarin yang runtuh. Tertatih melangkah di antara puing setapak bumi yang luruh. Tak ada titik hujan. Hanya air mata.

"Kalian masih menunggu pelangi?"

Tak ada jawaban, pun tak ada usapan di kepala. Lelaki itu bertahan tak lagi menengadah. Namun, hati memandu rasa sakit memaksa wajah menatap langit.

Tuhan! Tak lagi ada pelangi di mata mereka!

Lelaki itu jatuh. Bersimpuh.

Curup, 16.01.2021
zaldychan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline