Lelaki itu berdiri di tengah sekelompok anak-anak. Mereka berlarian menghitung titik-titik hujan. Menengadahkan wajah, menikmati sentuhan alam.
"Apa yang kalian tunggu sesudah hujan?"
"Pelangi!"
Lelaki itu tersenyum. Mengusap kepala setiap anak. Sesaat ia menatap langit. Berharap, tak pernah lagi ada rasa sakit.
Lelaki itu duduk di antara anak-anak. Mereka menatap langit kemarin yang runtuh. Tertatih melangkah di antara puing setapak bumi yang luruh. Tak ada titik hujan. Hanya air mata.
"Kalian masih menunggu pelangi?"
Tak ada jawaban, pun tak ada usapan di kepala. Lelaki itu bertahan tak lagi menengadah. Namun, hati memandu rasa sakit memaksa wajah menatap langit.
Tuhan! Tak lagi ada pelangi di mata mereka!
Lelaki itu jatuh. Bersimpuh.
Curup, 16.01.2021
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H