Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Puisi: Di Depan Pintu yang Terkunci

Diperbarui: 11 Januari 2021   13:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi gambar Barisan Antrian (sumber gambar: pixabay.com)

[Matahari baru saja menyapa pelataran sebuah kantor perwakilan.]

Anak-anak kecil berbaris rapi mengenakan seragam dwiwarna. Bukan melakukan upacara, tapi mendampingi orangtua. Di depan pintu yang masih terkunci. Mereka mengerti, mesti belajar antri.

Orangtua berdiri gelisah, menggenggam sebundel berkas. Ibu-ibu khawatir urusan sumur. Bapak-bapak khawatir urusan dapur. Menatap iri pada anaknya yang selalu pulas saat tidur. Orangtua sadar, mundur berarti diundur.

Satu persatu, aroma wewangian menyelinap di antara barisan. Dan, menghilang ditelan pintu yang terkunci.

Satu persatu, senyuman bermekaran diiringi setumpuk harapan. Dan, terhenti di depan pintu yang terkunci.

Beranjak siang, barisan semakin panjang. Satu persatu, keluhan bermunculan mengusir rasa bosan.

"Ayah! Kenapa kita di sini?"

Kubacakan satu pesan dari seorang teman:

Bisa bantu mengambilkan dana bantuan? Aku sibuk dengan pekerjaan. Pasti menunggu dalam antrian, kan?

[Kutitip asa pada matahari. Berharap, suatu saat anakku mengerti. Hari ini, bukan hanya belajar antri.]

Curup, 11.01.2021
zaldychan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline