Kuingin kau seperti duri serumpun mawar. Menjaga tanpa suara, melukai tanpa menagih nyawa.
Kembali dan berkali. Aku membaca kalimat terakhir itu. Tertulis pada sehelai kertas putih yang mulai buram.
Seperti mimpi-mimpi yang bertandang di sepertiga malam. Suram.
***
"Kau memilih pergi, kan?"
Seperti angin senja yang leluasa membelai helai rambutmu dalam bisu. Akupun memilih sepi sebagai jawaban untukmu.
"Apakah tak ada alasan yang..."
Tanyamu menguap di persimpangan pikiran. Kau mungkin mengerti, untuk apa semua penjelasan kuajukan, jika kau tetap saja harus kutinggalkan? Agresi militer kali ini, memaksaku menjauh. Tak hanya darimu, tapi juga dari orang-orang yang mencintaimu.
Kau pun pernah memutuskan tanpa ada pilihan. Mengajakku menemui ayah dan ibumu. Berbicara pelan dengan tangisan tertahan. Jika aku adalah orang yang kau pilih untuk melabuhkan masa depan.
"Berangkat besok? Aku tak boleh tahu, berapa lama, kan?"
Kupilih menyembunyikan air matamu di pelukku sebagai jawaban. sejak dulu, aku belajar. Perang tak hanya menuntut kerelaan pengorbanan nyawa dan harta. Juga cinta.