Kesaksian I.
Di layar hitam putih televisi. Pernah ada pertandingan dan perlombaan olahraga, melibatkan putra-putri terbaik pelosok negeri. Bertaruh kehormatan dan identitas asal diri.
Ada perkelahian? Gambar berpindah momen pengalungan medali.
Ada cacian dan makian? Terdengar instrumen lagu "Padamu Negeri".
Ada tangisan? Layar bergerak pelan, sajikan fragmen dramatis saling berpelukan.
Aku? Memegang buku tulis. Mencatat juara umum dan mengingat jumlah rekor yang pecah. Dua hari setelah upacara penutupan, dikumpulkan sebagai tugas sekolah.
Kesaksian II.
Di layar warna warni televisi. Pernah ada aksi demontrasi. Diusung muda-mudi penjuru negeri. Bertaruh atas nama demokrasi. Reformasi harga mati.
Ada perkelahian? Layar dipenuhi warna merah dan lebam biru hasil terjangan dan pukulan.
Ada cacian dan makian? Suara-suara teriakan ditingkahi bunyi ledakan.
Ada tangisan? Layar bergerak cepat, sajikan orang-orang berlari dari kepulan asap dan kepungan aparat.
Aku? Terlupa mereguk rasa pahit secangkir kopi. Tak sempat mencubit pipi berharap hanya mimpi. Tak tentu arah, tertatih menyelesaikan mata kuliah.
Pengakuan.
Di layar ponsel dengan sinyal putus-putus. Tersaji permainan terbaru dari sebuah sirkus. Bertaruh dengan api, tentang keluguan Kita dan kelucuan Kami.
Ada perkelahian? Tak perlu!
Ada cacian dan makian? Tak usah!
Ada tangisan? Untuk apa?
Mungkin Dia dan Mereka? Atau itu hanya cara dan acara agar tampak merdeka?
Entahlah!
Aku mencari di dalam cermin sambil tertawa. Ternyata, Aku kehilangan nama.
Curup, 21.08.2020
zaldychan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H