"Kau menyesal?"
"Kenapa kau tanyakan sekarang?"
Tanpa aba-aba, secara bersamaan tangan keduanya meraih gelas berkopi di atas meja. Mereguknya, dan merasakan sensasi bubuk kopi Sumatra tanpa gula.
Dua pasang mata saling tatap, dan dua bibir bertukar senyuman, saat kembali meletakkan gelas berkopi itu ke atas meja. Tak butuh waktu lama, keduanya tertawa.
"Itu tersisa dari sembilan bulan latihan, Fat Man!"
Lelaki yang disapa Fat Man seketika terdiam. Wajahnya berubah kaku. Matanya tajam menatap lelaki sebaya yang sejak satu minggu lalu, selalu duduk bersamanya menikmati kopi pagi.
"Jangan pernah panggil aku dengan nama itu, Litlle Boy!"
Puluhan tahun telah berlalu. Kali ini, lelaki yang disapa Little Boy, gantian menunjukkan raut rupa terkejut. Telinganya mengulang dua bunyi yang sejak dulu ingin disembunyikan. Ia mengira, semua orang telah melupakan sapaan itu.
"Kau masih mengingat nama itu?"
"Bukan hanya aku. Mereka juga!"
Mata lelaki bernama Litle Boy mengikuti jari telunjuk lelaki di hadapannya. Mencari arah yang tepat, pada satu titik yang begitu jauh. Terbata, mulutnya mengeja dua kata. Beirut, Lebanon.