Pukul 10. Malam Idul Adha. Lapangan Setia Negara Curup.
Suara takbir, tahlil dan tahmid sudah sejak tadi bersembunyi di menara masjid-masjid. Suara kendaraan lalu lalang di lapangan berdebu, bercampur iringan pemusik jalanan yang menghibur tetamu.
img-20200730-222827-5f22f8bc097f363cf4054b24.jpg
Meja-meja dinaungi tenda-tenda kecil, meneduhi sinar rembulan dan cahaya lampu. Melindungi gelas berkopi, aneka jus dan obrolan rahasia-rahasia besar korona dan Idul Adha.Anak-anak mengendarai AVP sepuluh ribu. Ibu-ibu bertukar cerita tentang resah dan bumbu untuk racikan menu baru. Anak-anak muda mengusap asap putih, memenuhi langit malam yang menggantikan keriuhan siang hari.
img-20200730-223117-5f22f8f8097f3639c9217c52.jpg
Penjual, pembeli dan pengunjung masih enggan mengucapkan perpisahan. Merasa sungkan menyaksikan "peralihan kekuasaan" atas lapangan untuk persiapan. Sholat ied adha pertama. Di masa korona.Malam adalah tempat menyembunyikan kelelahan. Malam adalah ruang menitipkan keresahan. Dan malam adalah satu-satunya alasan untuk melupakan laju waktu yang bergerak sejak pagi.
Keyakinan menjamin kebebasan, menyakini kebebasan adalah kemerdekaan.
Keyakinan adalah kehormatan, menyakini kehormatan sebagai penghargaan.
Keyakinan adalah pengorbanan, menyakini pengorbanan sebagai wujud pengabdian.
img-20200730-223917-5f22f7d4d541df52f5049a12.jpg
Pukul 11. Malam Idul Adha. Lapangan Setia Negara Curup."Bang, sudah jam 11!"
"Tunggu sebentar lagi!"
"Nanti..."
"Mereka belum terbiasa berkorban!"
Tali-tali pembatas sap masih tergulung. Toa-toa dan tiang-tiang penyangga masih termenung. Orang-orang merapatkan tempat duduk, berbagi tawa menghintung bintang malam yang terlupa disambut.
Suasana Malam Idul Adha di Lapangan Setia Negara Curup. (sumber gambar : Dokimentasi Pribadi zaldychan)
Hari ini memiliki banyak cerita. Esok mungkin tak lagi sempat bercerita.