"Kau mau?"
Tak ada jawabmu. Perlahan, wajahmu menunduk. Kedua tanganmu menggenggam sapu tangan berwarna putih. Hening menguasai kau juga aku.
Harusnya, sore itu, bahagia milikmu. Sebab sore itu adalah hari lahirmu. Namun, bukan rasa bahagia yang kuhadirkan untukmu. Tapi airmatamu. Untukku.
Permukaan danau Dendam Tak Sudah tak beriak. Tenang menanti pertunjukan cahaya senja. Namun tidak rasaku.
***
"Malam tadi, pulang jam berapa dari Bengkulu?"
Suara Amak, menyusup ke liang telingaku, segelas kopi diajukan ke hadap dudukku di ruang tamu. Tak seperti biasanya, pagi itu Amak memilih duduk di sebelahku. Tatapan mata tua itu menunggu jawabku.
"Pukul Sembilan!"
"Kau antar pulang?"
Satu anggukan pelan, kupilih sebagai jawaban. Kudapatkan segaris senyuman.
Aku tahu, Amak menunggu kisahku. Setelah kuajukan izin untuk meletok asen, sebagai tanda inginku memilikimu. Bertahun bersama, kau dan aku tahu. Jauh perjalanan tak akan pernah seindah pelangi.