"Ayah yang bijaksana!"
"Ayah yang bertanggungjawab!"
"Ayah yang menyediakan waktu untuk keluarga!"
Ini adalah jawaban spontan ketiga anakku usai maghrib tadi. Ketika secara tiba-tiba kuajukan pertanyaan, 'ayah yang baik adalah?"
"Wah! Artinya, sudah Ayah lakukan semua, kan?"
"Tidaaak..."
Tuh, kan? Anakku pun selalu kompak memilih jawaban spesial, jika gelagatku sudah "rada aneh"! Ahaaay...
Eh, tapi teman-teman pembaca, pernah menanyakan pertanyaan yang sama kepada anak-anak? Semisal seorang ibu, tinggal tukar kata ayah jadi ibu, kan?
Usai menulis artikel "Petuah Sebelum Menjadi Ayah, 3 Ajaran Pokok Lelaki Minang". Seperti biasa, kalau tentang parenting, aku akan bagikan ke grup. Kudapatkan beragam respons dari temanku. Karena anggotanya memang para ayah, calon ayah dan lintas budaya.
Dan, diskusi itu menjadi menarik, saat ada penjelasan tentang tipologi seorang ayah. Aku jadi penasaran! Sehingga, untuk "test the water", aku ajukan pertanyaan yang mirip-mirip "bunuh diri" itu kepada anak-anakku.
Aku sarikan saja percakapan WAG Parenting itu, ya?
Jika ukurannya kata "baik", maka, semua orang pasti memiliki sosok ideal sesuai harapan dan impiannya. Menjadi anak yang baik, murid yang baik, suami atau istri yang baik, menantu yang baik, hingga menjadi Ayah dan ibu yang baik.
Susahnya, ukuran baik itu akan berbeda pada setiap orang. Seperti jawaban ketiga anakku tadi. Dan, tak semua orang diberi kesempatan mencicipi peluang menjadi "sosok sempurna", tah?
Ketika sang anak, seiring waktu bertambah usia dan bertambah dewasa. Apatah lagi ketika mereka sudah kuliah atau menikah, maka fungsi ayah pun berubah. Ditambah lagi, dengan jarak yang mengharuskan anak dan Ayah hidup terpisah.