Lihat ke Halaman Asli

zaldy chan

TERVERIFIKASI

ASN (Apapun Sing penting Nulis)

Pandemi Corona, Hadirnya "Wabah Kesepian" dan Lahirkan "Kemalasan Sosial"

Diperbarui: 16 April 2020   10:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Illustrated by pixabay.com

Wabah covid-19, tak hanya merenggut nyawa. Kemudian "memaksa" orang-orang untuk lebih banyak beraktifitas di dalam rumah. Namun juga menciptakan "black hole" yang menggerus  benteng kokoh psikologi seseorang. Kusebut saja "wabah kesepian".

Kesepian bukanlah bermakna kesendirian dan bersembunyi dalam kesunyian. Kesepian tak lagi tentang ada yang menemani atau tidak. Sebab, terkadang di keramaian pun seseorang acapkali merasa sepi.

Kesepian adalah sebuah perasaan terasing, terisolasi atau merasa bahwa hubungan dengan orang lain tak memenuhi kebutuhan emosional. Dalam arti lain, kesepian lebih ditentukan oleh suasana hati.

Di kampungku, pedagang sayuran di pasar tradisional. Sejak pukul dua dinihari sudah menggelar dagangan hingga ke badan jalan. Biasanya, berpacu waktu dengan Petugas Satpol PP sebelum jam enam harus bubar.

Dua minggu terakhir, hingga jam delapan "dibiarkan". Tak ada kesibukan jual beli atau suara-suara teriakan khas pedagang pasar tradisional. Bukan hanya pembeli, jalanan pun setiap pagi terasa sepi. Kukira, pedagang dan petugas satpol PP pun merasakan "kesepian" itu.

Belum lagi sopir angkot, tukang ojek, hingga pedagang makanan yang berjualan khusus di pagi hari. Semisal pedagang bubur, nasi uduk atau lontong. Wabah kesepian pun "menjamah" mereka dengan beragam keluhan. Kondisi yang sama pun terjadi pada siang hingga malam hari. 

Begitu juga yang dirasakan oleh anak-anakku. Kesepian karena "kehilangan" waktu bersama dengan teman di sekolah. Guru-guru kehilangan siswa, atau seorang kepala sekolah yang kesepian karena "ketiadaan" guru-guru juga siswa di sekolah.

Pada top level. Aku bayangkan seorang direktur perusahaan, membawahi sekian banyak manajer dengan berbagai divisi. Namun "kekuasaan" itu tak lagi sesukanya dapat digunakan. Sebab pada kondisi ini, tak banyak interaksi dan komunikasi langsung. Atau lebih parah lagi, tak ada yang kerjakan!

Wabah kesepian mampu membuat tumpul dan lumpuh mental panglima perang yang paling dahsyat atau paling melegenda sekalipun.

Karena kesepian tak peduli, apakah seseorang itu kaya raya, terkenal sejagat raya, berkuasa, atau suka bersosialisasi dan dermawan.

Illustrated by pixabay.com

"Wabah Kesepian" pada Masa Renaisans.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline